Ridwan Bae, Anak Yatim Piatu Sejak SD, Kini Sukses Dijalur Politik

Ridwan Bae

Kendari, Inilahsultra.com – Nama Ridwan Bae cukup fenomenal di kanca perpolitikan Sultra. Dia menciptakan warna tersendiri setiap perhelatan demokrasi di bumi anoa.

Sebelum merengkuh kesuksesan seperti saat ini, mantan Bupati Muna dua periode ini pernah melewati masa sulit.

-Advertisement-

Seperti manusia biasa lainnya, Ridwan juga memiliki pengalaman tentang sulitnya kehidupan. Sejak masa kanak-kanak, dia harus menapak hidup tanpa kedua orang tua.

Sejak berusia 6 tahun, dia sudah harus kehilangan ayah kandungnya. Dua tahun kemudian, kesedihan kembali menghiasi rumahnya. Ibunya, harus menyusul sang ayah.

Di masa ini lah, Ridwan rapuh. Hari-harinya hanya dilewati bersama kakak dan pamannya. Memasuki usia remaja hingga dewasa, dia tak mendapatkan sentuhan dari kedua orang tuanya.

“Sejak kelas 1 SD saya sudah kehilangan bapak saya. Kelas 3 SD, saya kembali kehilangan mama saya,” kenang Ridwan sembari menitikan air mata saat bincang-bincang dengan jurnalis Inilahsultra.com, La Ode Pandi Sartiman beberapa waktu lalu.

Di masa anak-anak, Ridwan banyak berinteraksi dengan anak sebayanya. Dia mengaku banyak anak-anak tak terawat orang tuanya. Hal itu karena faktor sulitnya hidup.

“Kalau saya dulu tidak terlalu susah. Setelah kedua orang tua meninggal, saya dirawat oleh paman. Yang saya maksud adalah anak-anak yang lain. Mereka tidak mendapatkan perhatian serius dari orang tuanya,” paparnya.

Berangkat dari pengalaman hidup itu, Ridwan menganggap segalanya demi anak.

“Dalam kehidupan saya, yang utama adalah anak saya. Walaupun saya tidak punya apa-apa, saya harus kedepankan anak saya. Itu lahir dari jiwa saya bukan hanya tanggung jawab sebagai orang tua,” jelasnya.

Sama halnya dengan anak-anak lainnya. Setiap momen Ramadan, Ridwan sudah menyisikan sebagian rejekinya untuk diberikan kepada anak-anak, khususnya anak yatim piatu.

Di mata Ridwan, anak yatim piatu halal untuk dibantu. Sikap dermawan terhadap anak yatim piatu tidak perlu dipolitisasi.

“Sekalipun saya politisi, saya tidak akan mungkin mempolitisasi anak yatim. Saya ini belajar dari pengalaman saya waktu masih kecil yang sudah ditinggal orang tua. Sedih rasanya. Apalagi mereka yang tidak mampu dan hidup tanpa kedua orang tua. Mereka wajib dibantu,” ungkapnya sembari menghalau air mata mengalir di pipinya.

Di momen Ramadan ini, Ridwan lebih ingin mengedepankan kebutuhan kemanusiaan dari pada kepentingan politik. Sebab, di bulan suci ini, pintu doa dan harapan dibuka.

Doa anak yatim dianggapnya cepat dikabulkan. Kepada anak yatim, dia hanya berharap didoakan agar selalu sehat untuk memberikan kontribusi membangun daerah.

“Saya tidak ingin politisasi ini anak-anak. Karena saya pernah rasakan apa yang mereka rasakan. Saya ingin nantinya, mereka tumbuh besar dan lebih sukses dibanding saya,” katanya.

Di masa kawin mudanya, Ridwan pernah merasakan sulitnya hidup. Dia harus pintar menabung untuk biaya hidup anak pertamanya.

“Pernah uang hanya Rp 25 ribu saya simpan untuk anak saya. Saya hanya sedih melihat orang lain berjuang tanpa perhatian orang tuanya,” tuturnya.

Belajar dari berbagai perjalanan hidup itu, Ridwan beranggapan bahwa pentingnya menyiapkan masa depan sang anak. Sekalipun hidup susah, anak adalah hal yang utama.

Reporter: La Ode Pandi Sartiman
Editor: Herianto

Facebook Comments