Uang Pangkal UHO Kendari, Bentuk Nyata Komersialisasi Pendidikan

Sejumlah mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa di Kampus UHO Kendari, Senin, 10 Juli 2017. Aksi ini sebagai bentuk protes terhadap penerapan uang pangkal.


Kendari, Inilahsultra.com – Pemberlakuan uang pangkal hingga Rp 450 juta di Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari sebuah bentuk nyata komersialisasi pendidikan.

Divisi Sipil dan Politik Pusat Advokasi dan Pemantauan Hak Asasi Manusia (Puspaham) Sultra menilai, penerapan uang pangkal di UHO terlihat absurd, diskriminatif, dan mengarah ke komersialisasi pendidikan tinggi.

-Advertisement-

“Absurd karena ini bukan kebijakan pusat tapi merupakan kebijakan badan PT (UHO) yang sifatnya ‘sumbangan’,”  ungkap Ahmad Iskandar, Senin, 10 Juli 2017.

Uang pangkal yang diterapkan terkesan menggunakan daya paksa (intervensi) dan intimidasi berupa ‘ketidaklulusan’. Konotasi sumbangan yang diwajibkan itu sangat absurd, mestinya pihak UHO memberikan definisi yang jelas apa itu sumbangan yang diwajibkan tersebut.

“Sederajat atau setidak-tidaknya memiliki kesetaraan yang sama dengan SPP sebagai pembayaran pokok mahasiswa dan sejenisnya. Jika tidak seperti itu, maka ini mengarah ke indikasi ‘pungutan liar’,” katanya.

Dia juga menyebutkan, uang pangkal ini bentuk diskriminasi terhadap calon mahasiswa yang tidak mampu. Karena secara sepihak melakukan penerapan uang pangkal tanpa ada sosialiasi atau pemberitahuan jauh hari.

“Ini memberi kesan bahwa pihak UHO memandang calon mahasiswa beserta keluarganya sebagai objek ‘penghisapan’ atau eksploitasi pendidikan. Hak masyarakat dalam hal ini para calon mahasiswa beserta keluarganya telah dipinggirkan, tidak dianggap sebagai mitra atau partner dalam mewujudkan cita-cita pengembangan kualitas manusia (memajukan masyarakat dan bangsa melalui pengembangan sumbar daya manusia di sektor PT),” paparnya.

Untuk itu, nilai dia, uang pangkal ini bentuk kebijakan yang diproyeksi mengarah ke komersialisasi pendidikan tinggi. Tidak sejalan dengan nilai-nilai nawacita Jokowi-JK.

“Pengembangan kemanusiaan dan memajukan pendidikan tinggi tidak boleh dilakukan oleh sekelompok orang dengan cara mengesampingkan prinsip demokratisasi penyelenggaraan pendidikan, hak untuk memperoleh pendidikan serta mampu mengakses lembaga pendidikan sebagaimana hal ini juga bagian dari jaminan penyelenggaraan pendidikan tinggi yang ada di UUD NRI 1945 beserta peraturan perundang-undangan terkait,” ujarnya.

Reporter: La Ode Pandi Sartiman
Editor: Herianto

Facebook Comments