
Ilustrasi Korupsi
Kendari, Inilahsultra.com – Kehadiran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Sultra menjadi bahan diskusi hangat di lini media sosial maupun warung kopi.
Penetapan tersangka mantan Bupati Konawe Utara (Konut) dalam dugaan korupsi di sektor pertambangan menambah deretan politikus Sultra terjerat lembaga antirasua.
Dikutip dari berbagai sumber, setidaknya ada lima politikus sekaligus pejabat asal Sultra yang dicokok KPK.
1. Haris Andi Surahman
Politikus Partai Golkar ini didakwa oleh KPK karena terlibat suap alokasi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) pada 2011 lalu. Majelis hakim Pengadilan Tipikor memutuskan dua tahun penjara kepada Haris.
Dalam putusannya, majelis berpendapat Haris terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primair, Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Majelis menghukum Haris dengan pidana dua tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsidair dua bulan kurungan.
Haris Andi Surahman alias Haris Surahman Manab dianggap turut serta bersama-sama Fadh El Fouz memberikan atau menjanjikan Rp 6,25 miliar kepada anggota DPR, Wa Ode Nurhayati sebagai anggota Badan Anggaran DPR RI.
2. Wa Ode Nurhayati
Mantan anggota DPR, Wa Ode Nurhayati, diganjar hukuman enam tahun penjara di Pengadilan Tipikor di Jakarta, Kamis 18 Oktober 2012.
Terdakwa kasus suap alokasi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) tahun 2011 itu juga dikenakan denda sebesar Rp 500 juta dengan ancaman enam bulan hukuman kurungan jika tidak membayar denda tersebut.
Vonis yang dijatuhkan kepadanya tak sampai setengah dari tuntutan hukuman penjara maksimal 14 tahun penjara yang diajukan oleh jaksa penuntut dalam kasus korupsi dan pencucian uang.
Majelis Hakim Tipikor menilai Wa Ode benar menerima hadiah uang Rp 6,2miliar dari Fadh El Fouz, Ketua Musyawarah Kekeluargaan dan Gotong Royong, MKGR, sebagai ‘hadiah’ karena memperjuangkan DPID untuk kabupaten Bener Meriah, Aceh Besar, dan Pidie Jaya.
Terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU), hakim menilai bahwa rekening tabungan bisnis di Mandiri cabang DPR atas nama Wa Ode dengan nilai transaksi hingga total Rp 50,59 miliar patut diduga merupakan hasil korupsi.
Oleh karena itu, hakim memerintahkan seluruh barang bukti termasuk duit politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu disita dan dirampas negara.
Namun belakangan, Mahkamah Agung (MA) malah memerintahkan kepada negara untuk mengembalikan uang Wa Ode kurang lebih Rp 10 miliar karena dianggap bukan hasil tindak kejahatan korupsi melainkan hasil usaha keluarganya.
3. Umar Samiun
Bupati Buton Samsu Umar Abdul Samiun alias Umar Samiun divonis pidana penjara 3 tahun 9 bulan dan denda Rp 150 juta subsidair tiga bulan kurungan.
Majelis hakim menilai Samsu Umar Abdul Samiun alias Umar Samiun terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dengan melakukan suap Rp 1 miliar kepada mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar.
Perbuatan Umar Samiun menurut hakim tidak mendukung program Pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Selain itu, hal yang memberatkan adalah Umar Samiun sebelumnya pernah dipidana terkait kasus Pemilu.
Hakim juga berpendapat Umar Samiun sebagai pemimpin dan figur masyarakat seharusnya memberi contoh yang baik.
Sementara hal yang meringankan adalah terdakwa berlaku sopan di persidangan, bersikap kooperatif yang memperlancar persidangan, dan menjadi tulang punggung keluarga.
Vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum pada KPK yakni pidana lima tahun dan denda Rp 150 juta subsidair tiga bulan kurungan.
Umar dinilai terbukti melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
4. Nur Alam
Nasib apes juga harus didapatkan Gubernur Sultra dua periode Nur Alam. Mantan Ketua DPW PAN Sultra ini ditetapkan sebagai tersangka seputar kasus tindak pidana korupsi penyalahgunaan kewenangan dalam persetujuan dan penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) di wilayah Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana medio 2008-2014. Dia juga telah ditahan oleh KPK di Rutan Guntur.
Nur Alam disangka telah menyalahgunakan kewenangan dengan memberikan persetujuan dan mengeluarkan IUP PT Anugrah Harisma Barakah (AHB) dan PT Billy Indonesia.
Dalam penerbitan IUP dua perusahaan tersebut, Nur Alam diduga telah menerima kick back dari Richorp Internasional (Perusahaan rekanan PT AHB) sebesar US$ 4,5 juta.
Akibat penerbitan IUP itu, KPK menduga negara telah dirugikan triliunan rupiah akibat kerusakan lingkungan.
Nur Alam disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
5. Aswad Sulaiman
KPK resmi menetapkan mantan Bupati Konawe Utara Aswad Sulaiman sebagai tersangka.
Kasusnya sama miripnya dengan Nur Alam. Aswad diduga terlibat korupsi dalam pemberian izin eksplorasi pertambangan, izin usaha pertambangan serta izin operasi produksi di wilayah Kabupaten Konawe Utara.
Tindak pidana yang disangkakan terhadap Aswad diduga berlangsung sejak 2007-2009 kala itu dirinya menjabat di pemerintahan Kabupaten Konawe (sebelum mekar Konut).
Dugaan korupsi yang disangkakan KPK kepada Aswad ini mencapai Rp 2,7 triliun. Angka kerugian negara ini melebihi kasus korupsi e-KTP.
“Angka dugaan kerugian negara cukup besar. Misalnya e-KTP hanya Rp 2,3 triliun,” ungkap Wakil Ketua KPK Saut Sitomorang dalam konferensi pers di kantornya, Selasa 3 Oktober 2017.
Menurut Saut, dugaan korupsi yang dilakukan Aswad tergolong paling tinggi dibandingkan dengan beberapa kasus yang ditangani KPK.
“Ini melebihi dugaan kerugian negara seperti kasus e-KTP,” katanya.
Atas perbuatannya, Aswad melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sebelum Aswad, kedatangan KPK ke Kendari juga santer dan dihubungkan dengan Wali Kota Kendari. Lembaga antirasua itu bahkan tengah melakukan penyelidikan dugaan korupsi di PDAM Kota Kendari Tahun Anggaran 2011.
Penulis : La Ode Pandi Sartiman