
Pasarwajo, Inilahsultra.com – Satuan Reserse Kriminal (Reskrim) Polres Buton berhasil menangkap Kepala Desa Kakenauwe Kecamatan Lasalimu Kabupaten Buton Tasman. Dia ditangkap karena tersandung kasus korupsi dana desa tahun 2016.
Tersangka ditangkap di Kampung Wapus Distrik Bahamdandara Kabupaten Fakfak Provinsi Papua Barat, Kamis, 16 November 2017. Penangkapan Kades Kakenauwe ini berkat kerjasama Polres Buton dengan Unit Intel Kodim 1706/Fakfak.
“Proses penangkapan dilakukan setelah diterbitkan surat perintah membawa tersangka nomor : S.pgl / 295 / XI / 2017/ Reskrim, 16 November 2017 dan Surat Perintah Penangkapan : Sprin.Kap / 73 /XI/2017/Reskrim, tanggal 16 September 2017,” kata Kapolres Buton, AKBP Andi Herman melalui Kasat Reskrim, Iptu Hasanuddin, Jumat, 17 November 2017.
Hasanuddin menuturkan, keberadaan tersangka berhasil diketahui berdasarkan hasil pengembangan dari laporan masyarakat. Kemudian, Polres Buton mengutus Brigadir Muh. Marwan dan Brigadir Almuhalis. Keduanya bertolak menuju Fakfak, pada 12 November 2017 sekitar pukul 01.00 wita.
“Tiba di Kota Fakfak pada tanggal 15 November 2017 sekitar pukul 16.00 wita, setelah itu dilakukan pulbaket (Pengumpulan bahan keterangan) keberadaan tersangka di Kota Fakfak,” jelasnya.
Selanjutnya, sekitar pukul 23.00 wita Brigadir Muh. Marwan dan Brigadir Almuhalis melakukan koordinasi dengan Komandan Unit Intel Kodim 1706/Fakfak Letda Inf Zainudin, serta anggota intel Kodim Serka La iwan dan Serka Ahmad Amirudin.
Kemudian, pukul 06.00 wita, mereka didampingi anggota Intel Kodim menuju Kampung Tainam Distrik Bahamdandara.
“Jaraknya 150 KM dari Kota Fakfak menggunakan mobil pick up dengan waktu tempuh sekitar 3 jam,” ungkapnya.
Setibanya di lokasi, bebernya, mereka langsung melakukan penangkapan terhadap tersangka di kediamannya, tanpa ada perlawanan. Tersangka kemudian diamankan bersama istrinya Wa emi.
Mereka dibawa ke Kota Fakfak untuk diperiksa dan dimintai keterangan di Polres Fakfak.
“Saat ini sementara dalam perjalanan, membawa pulang tersangka menuju Polres Buton,” tutupnya.
Sebelumnya, saat ditetapkan sebagai tersangka sampai dilayangkan surat panggilan sebanyak tiga kali, Tasman selalu mangkir dari panggilan Polisi. Tasman melarikan diri di Provinsi Papua Barat, sejak tersandung kasus dugaan korupsi dana desa tahun anggaran 2015.
Karena tidak proaktif dengan penyidik, sehingga pada 17 Oktober 2017, penyidik memasukan nama Tasman dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Mantan penyidik Tipikor Polda Sultra ini menambahkan, Tasman diduga telah membawa kabur dana desa sebesar Rp 300 juta, dengan meminjam kepada bendahara desa. Namun dana itu tidak dikembalikan.
Kata Hasanuddin, dana tersebut merupakan anggarkan untuk pembuatan rabat beton dan perbaikan sarana air bersih.
“Namun pekerjaannya tidak terlaksana,” jelasnya.
Atas perbuatannya, Tasman terancam dijerat Pasal 2 dan 3 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Junto Pasal 55 ayat 1 KUHP. Dengan ancaman hukuman minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun penjara.
Reporter: Nia
Editor: Din