
Nur Alam, Umar Samiun dan Aswad Sulaiman
Kendari, Inilahsultra.com – Dalam satu tahun kalender 2017, publik Sultra dipersembahkan berbagai informasi dan dinamika politik. Tidak terkecuali kasus hukum yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Di Sultra, ada tiga pejabat publik yang dijerat oleh lembaga antirasua. Adalah Gubernur Sultra nonaktif Nur Alam, Bupati Buton nonaktif Samsu Umar Samiun dan mantan Bupati Konawe Utara Aswad Sulaiman.
Nur Alam telah didakwa oleh KPK dan saat ini sedang menjalani sidang di Pengadilan Tipikor. Gubernur Sultra dua periode ini baru saja mengajukan eksepsi atas dakwaan KPK.
Lembaga antirasua itu mendakwa Nur Alam Nur Alam telah memperkaya diri sendiri dengan menerima uang Rp 2,7 miliar dan gratifikasi sekitar Rp 40,26 miliar terkait dengan pemberian izin ini. Ia juga didakwa menyebabkan kerugian negara hingga Rp 4,3 triliun dan memperkaya PT Billy Indonesia, yang terafiliasi dengan PT AHM, hingga Rp 1,5 triliun.
Namun, dalam eksepsi yang diajukan Nur Alam melalui kuasa hukumnya Ahmad Rifai, dakwaan yang ditunjukkan KPK tidak berdasar.
Beberapa poin keberatan yang akan disampaikan Ahmad Rifak adalah Pertama, Nur Alam hanya mengeluarkan izin untuk PT AHB.
“Dengan demikian, Pak Gubernur sama sekali tidak pernah menerima apa pun dari PT Billy, tapi dalam dakwaan disebut menerima uang dari PT Billy, ini yang salah alamat,” ujarnya seperti dikutip di Tempo.co.
Kedua, Nur Alam tidak pernah menerima gratifikasi apa pun dari PT AHB dan PT Billy, sebagaimana yang didakwakan jaksa. Ketiga, unsur kerugian negara tidak bisa dibebankan kepada seorang gubernur. “Terkait dengan kerusakan lingkungan dalam pertambangan ini, harus dibebankan ke perusahaan, bukan ke gubernur,” tutur Ahmad.
Terakhir, Ahmad menyebut penerbitan IUP ini sudah pernah digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara. Namun saat itu gugatan ditolak dan otomatis mengesahkan IUP tersebut. Penerbitan IUP inilah yang kemudian menjadi salah satu poin yang dijeratkan KPK kepada Nur Alam.
“Artinya, KPK tidak menggunakan prinsip kehati-hatian dalam proses hukum ini,” ucapnya.
Sedangkan Umar Samiun telah divonis pidana penjara 3 tahun 9 bulan dan denda Rp 150 juta subsidair tiga bulan kurungan.
“Mengadili menyatakan terdakwa Samsu Umar Abdul Samiun alias Umar Samiun terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan dalam dakwaan pertama,” kata hakim ketua Ibnu Basuki saat membacakan amar putusan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi seperti dinukil dari Tribunnews.com.
Dalam kasus ini, Umar dinilai telah menyuap mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar Rp 1 miliar untuk memuluskan sengketa pilkada Buton pada 2012 lalu.
Sementara itu, Aswad Sulaiman statusnya masih sebatas tersangka. Dia beberapa kali mendapatkan panggilan dari KPK untuk diperiksa. Selain dia, KPK telah memeriksa istrinya Isyatin Syam dalam dugaan kasus yang merugikan negara kurang lebih Rp 2,7 triliun itu.
Baik Aswad maupun Nur Alam, sama-sama dijerat KPK karena kasus pemberian izin usaha pertambangan.
Selama menjadi Bupati Konawe Utara periode 2007-2009 dan 2011-2016, Aswad diduga telah menyalahgunakan kewenangannya memberi izin eksplorasi pertambangan, eksploitasi pertambangan serta izin usaha produksi kepada sejumlah perusahaan di Konawe Utara dari 2007 sampai 2014.
Selain itu, Aswad diduga menerima suap dari sejumlah perusahaan sebesar Rp 13 miliar. Uang itu diterima Aswad selama menjabat sebagai bupati Konawe Utara 2007-2009.
Penulis : La Ode Pandi Sartiman