Prostitusi Skala Internasional, Bukti Busuknya Sistem Sekularisme

Bacakan

Oleh : Fitriani, S.Pd

Ditutupnya Hotel Alexis yang terkenal dengan julukan “surga dunia” itu ternyata tidak lantas membuat Indonesia steril dari kasus prostitusi. Ya. Perempuan di negeri yang didominasi dengan pemeluk agama Islam ini ternyata masih doyan menjajakan dirinya kepada lelaki berdompet tebal, bahkan nekat mendaftarkan diri pada bisnis prostitusi skala internasional, hanya untuk memperoleh uang sebanyak-banyaknya.

-Advertisement-

Melalui Tribunnews.com (31/03/2018), sebanyak 350 perempuan Indonesia mendaftarkan diri di situs lelang keperawanan Cinderella Escorts di Jerman. Bisnis skala Internasional yang berkecimpung dalam penjualan keperawanan ini memang membuka peluang kepada perempuan-perempuan di seluruh dunia untuk menjual keperawanannya.

Jelas saja, yang lolos dalam seleksi bisnis ini hanyalah mereka yang masih “virgin” atau masih terjaga keperawanannya. Bahkan untuk membuktikan itu, setiap pendaftar wajib menyertakan sertifikat keperawanan yang berasal dari keterangan dokter.

Adapun peminatnya ialah pemain sepak bola dunia, bos, artis Bollywood hingga politikus asal Indonesiapun tak mau kalah. Mereka bahkan berani membayar dengan harga fantastic sekali membeli keperawanan yang ditawarkan dalam bisnis ini, yang dimana ketuanya sendiri Jan Zakobielski (27 tahun) menganggap bahwa bisnis ini baik-baik saja.

Sekulerisme liberal penyebabnya dalam sistem Kapitalis, fenomena seperti diatas menjadi sesuatu yang wajar ketika melihat perempuan hari ini yang gemar menjajakan dirinya hanya untuk mengantongi rupiah. Mereka rela melakukan berbagai macam cara tanpa melihat baik atau buruknya, benar atau salahnya terlebih halal atau haramnya.

Iming-iming bayaran tinggi dalam bisnis inilah juga yang membuat mereka mudah terjerat ke lembah hitam ini. Materi seolah menjadi penentu kebahagiaan yang harus diperjuangkan apapun caranya. Apalagi kebijakan penguasa dinegeri ini yang juga kian mencekik, seperti harga kebutuhan hidup yang kian meroket dan lapangan pekerjaan yang layak begitu langka.

Sehingga para kaum hawa terpaksa harus berfikir keras bagaimana caranya agar dapat memenuhi kebutuhan hidup. Terlebih dengan cara online, dimana tidak perlu menjajakan diri ke jalan-jalan atau lokaliasi. Tentu saja cara ini lebih aman dan memang terjamin profesionalitasnya.

Lifestyle juga kini telah menjadi ideologi baru, khususnya kaum hawa. Mereka telah memberhalakan materi dan menjual diri adalah cara instan yang sangat mudah untuk memanjakan fisik, mempercantik penampilan, dan lain-lainnya. Sehingga seolah materi sebegitu berkuasanya hari ini.

Tentu saja semua itu tidak lepas dari ideologi sekuler kapitalisme berasaskan sekuler, yang telah berhasil memporak-porandakan negeri ini. Ideologi ini menafikkan peran agama dalam kehidupan serta menjunjung tinggi kebebasan dalam memperoleh materi yang sebanyak-banyaknya. Kemudian menjadi kompleks ketika mendapati kenyataan bahwa negara ini telah abai dalam melindungi kehormatan perempuan karena gagalnya mensejahterakan perempuan.

Sungguh, maraknya prostitusi di negeri ini tidak dapat dibiarkan begitu saja. Peran individu, masyarakat dan negara sangat dibutuhkan dalam hal ini, karena pada dasarnya Islam memiliki 3 pilar tersebut. Bagaimana individu yang bertaqwa dan menjadikan tolak ukur perbuatannya sesuai dengan hukum syara, sehingga materi tidak di jadikan sebagai obsesi yang harus segera dicapai.

Kemudian bagaimana peran masyarakat yang peduli dan saling mengingatkan dalam kebaikan dan mencegah dari kemungkaran, sehingga sama-sama menjadi umat terbaik di mata Allah SWT.

Terakhir ialah bagaimana peran negara yang memiliki kewajiban untuk menerapkan syariah, sehingga mampu mensejahterakan seluruh rakyatnya, termaksud kaum perempuan. Dengan peran negara dalam menerapkan aturan Islam, maka akan tercipta ketaqwaan individu, serta masyarakat yang memiliki kepedulian yang tinggi, sehingga secara otomatis bisa memperkecil ruang kemaksiatan dalam kehidupan bermasyarakat. Wallahu’alam bissawab.

*Penulis adalah Alumni Universitas Dayanu Iksanuddin

Facebook Comments