Tukang Parkir di Kendari Berkurban Satu Ekor Sapi Seharga Rp 9 Juta

Bacakan

Kendari, Inilahsultra.com – Penampilannya udik dan kumal. Rambut putihnya ditutup topi bertuliskan Bir Bintang. Baju leher bundar yang dikenakannya tampak kotor sana sini.

Ia adalah Jafar (54). Lelaki lanjut usia (lansia) ini sehari-hari bekerja sebagai buruh serabutan di Pasar Sentral Kota Kendari sudah 10 tahun lamanya.

Namun, bukan berarti seorang buruh tidak bisa berkurban. Pada Hari Raya Iduladha 2018 ini, ia bisa berkurban satu ekor sapi seharga Rp 9 juta.

-Advertisement-

Pria yang lebih tenar dengan nama Aco ini mengaku, uang kurban ini diperoleh dari hasil kerjanya sebagai tukang parkir.

Selain itu, ia juga kadang menjadi tukang pikul mengakatkan belanjaan orang hingga ke kendaraannya.

Total uang yang terkumpul dari kerjaannya itu selama 10 tahun, kurang lebih Rp 9 juta. Sebanyak Rp 8,3 juta dibelikan sapi kurban, sisanya gaji tukang potong.

“Di sini tempat saya kerja, saya kerja seperti ini sejak masih kecil,” kata Aco sambil tersenyum, saat ditemui di Pasar Sentral Kota Kendari, Senin, 20 Agustus 2018.

Di kalangan pedagang Pasar Sentral Kota Kendari, Aco paling dikenal. Sebab, Aco dianggap kadang mengalami kekurangan mental.

Wa Ode Sukawai (48), pedagang di Pasar Sentral seketika datang menghampiri jurnalis saat wawancara dengan Aco.

Ia mengaku, jika Aco ditanya terus menerus, akan berubah-ubah jawabannya.

“Saya mengenal Aco sejak 10 tahun lalu, pada waktu pertama kalinya berdagang kopi siram di sini, di Pasar Sentral. Sudah lama memang dia di sini. Saya saja sudah 10 tahun menjual sudah ada memang Aco di sini,” ungkapnya.

Sukawai mengaku, dirinya tidak menyangka kalau Aco berniat berkurban. Pasalnya pendapatan dari pekerjaannya sebagi buruh serabutan di Pasar Sentral ini tidak menentu.

“Aco orangnya hemat, bahkan ia hanya makan satu kali dalam sehari. Kami sering suruh dia pergi beli nasi untuk bisa makan,” katanya.

Niat Aco untuk berkurban, kata Sukawai, diketahui oleh pedagang dari 11 hari yang lalu. Tapi, kala itu, dirinya tidak menanggapnya dengan serius.

“Pada saat itu dia bilang mau berkurban, tapi kami tidak percaya bahkan kami anggap Aco tidak serius, soalnya dia sering bercanda dengan kami. Hanya saja kami bilang, berkurban mi Aco siapa tahu setelah berkurban kamu langsung dapat jodoh,” ujarnya.

Ternyata niat Aco itu dipenuhi. Sukawai menyebut, Aco menyiapkan uang untuk berkurban sebesar Rp 9 juta dan digunakan untuk membeli seekor sapi Rp 8,3 juta serta sisanya untuk gaji orang yang akan menyembelih sapi untuk kurban.

“Hasil pembelian kurban itu merupakan hasil dari pekerjaan yang dikumpulkan Aco selama bertahun-tahun,” bebernya.

Niat Aco untuk berkurban, kata Sukawai, sempat dilarang oleh omnya. Namun, Aco tak menggubris.

“Ini niat dirinya sendiri, sempat dilarang sama omnya Haji Majid, lebih baik uang itu digunakan untuk memperbaiki rumah orang tuanya,” kata Sukawai menirukan perkataan Haji Majid.

Salah seorang penjual sembako Sulastri (33) mengatakan, selain memiliki keterbatasan mental, Aco juga lambat merespon orang yang berbicara kepadanya dan tidak bisa membedakan nominal uang.

“Tidak tahu menghitung uang, tidak bisa membedakan nominal rupiah, yang jelas kalau dia dapat uang Rp 20 ribu, Rp 50 ribu dan Rp 100 ribu, dia langsung pisah-pisahkan,” jelasnya.

Dengan segala keterbatasan Aco, Sulastri mengaku terharu dengan niat tulus dan keikhlasan Aco. Walaupun keadaan ekonominya pas-pasan, ternyata dia bisa menyisikan uangnya untuk berkurban.

“Niat tulus Aco bisa menjadi motivasi dan pelajaran buat kami untuk bisa berkurban,” imbuhnya.

Jauh sebelumnya, sebut Sulasti, Aco pernah ditipu oleh orang saat ikut arisan. Aco mendapatkan uang arisan sebesar Rp 6,5 juta, tapi Aco dianggap tidak bisa menghitung jumlah uang dan hanya diberikan Rp 2 juta.

“Yang pegang uang arisan sudah pergi dan kami tidak tahu pergi di mana itu yang ambil uangnya Aco,” ungkapnya.

Informasi yang diperoleh Inilahsultra.com, Aco merupakan anak ketiga dari lima bersaudara. Kedua orang tuanya kini telah tiada.

Aco juga masih berstatus seorang diri atau belum berkeluarga. Ia tinggal bersama adik perempuannya di rumah orang orang tuanya, di Jalan Lasolo, Kelurahan Sanua, Kecamatan Kendari Barat, Kota Kendari

“Akibat dari keterbatasan mental, Aco tidak diperhatikan keluarganya, bahkan pengakuan dari beberapa kerabat Aco, tidak ada seorang pun keluarganya yang datang untuk menanyakan kabarnya,” tutup Sulasti.

Penulis : Haerun
Editor : La Ode Pandi Sartiman

Facebook Comments