Laworo, Inilahsultra.com – Pro kontra kegagalan penetapan Raperda APBD 2019 terus bergulir di DPRD Kabupaten Muna Barat.
Kegagalan ini dikarenakan adanya perbedaan pandangan beberapa anggota DPRD Kabupaten Mubar. Lima dari 17 anggota dewan tidak hadir dalam paripurna pengambilan keputusan APBD 2019.
Pengamat politik Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari Najib Husain menilai, gagalnya pembahasan Raperda APBD 2019, karena tidak ada komunikasi informal sesama wakil rakyat.
Menurut Najib, jika ada sumbatan komunikasi di internal DPRD harus ada jalur alternatif yang digunakan. Sebab, tidak semua masalah yang ada selesai dengan komunikasi formal.
“Kegagalan DPRD Mubar dalam menetapkan Raperda APBD Mubar tahun 2019 disebabkan komunikasi informal di internal DPRD tidak jalan,” jelas Najib, Kamis 29 November 2018.
Lobi politik dalam penyelesaian pembahasan, kata Najib penting bagi sebuah organisasi yang memiliki latar belakang kepentingan berbeda.
“Pertama, harus ada lobi di tingkat fraksi. Kedua, lobi ketua dan wakil ketua. Dua saluran ini bisa digunakan untuk menyelesaikan persoalan yang ada,” ungkapnya.
“Karena itu kalau ada sumbatan komunikasi jalan yang tepat adalah komunikasi informal atau lobi. Dengan lobi itu suasana tegang akan mencair kembali,” tambahnya.
Najib menduga, gagalnya penetapan Raperda APBD Mubar 2019 tersebut diakibatkan ada masalah yang tidak selesai.
Agar kondisi kembali normal, pendekatan yang ditempuh adalah melalui komunikasi di level elit.
“Elit yang saya maksud ialah elit partai politik, baik itu yang masuk dalam komposisi dalam DPRD maupun di luar DPRD,” jelasnya.
Ia berharap, kebuntuan penetapan APBD Mubar 2019 ini tidak sampai merugikan rakyat Mubar.
“Oleh sebab itu harus ada upaya sehingga pembahasan APBD Mubar tersebut kembali normal. Poinnya adalah jangan karena kondisi yang ada merugikan masyarakat Mubar,” pungkasnya.
Penulis : Muh Nur Alim
Editor : La Ode Pandi Sartiman
