Kendari, Inilahsultra.com – Sidang lanjutan sengketa Pulau Kawikawia antara Pemerintah Kabupaten Buton Selatan (Busel) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) dan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Selayar Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK), hari ini, Senin 3 Desember 2018.
Dalam sidang kali ini, Pemerintah Kabupaten Busel sebagai tergugat, mengajukan saksi dan ahli.
Mereka adalah La Ode Hasmin Ilimi sebagai saksi, Muhammad Ruliyandi SH MH sebagai ahli tata negara, dan ahli dokumen sejarah Prof. Dr La Niampe M.Hum.
Kuasa hukum Pemkab Busel, Imam Rido Angga Yuwono SH mengatakan, keterangan ketiga saksi dan ahli itu sangat menentukan. Pasalnya, saksi dan ahli mengetahui banyak hal.
Misalnya, saksi La Ode Hasmin Ilimi merupakan orang yang terlibat langsung dalam pemekaran Kabupaten Busel. Dia menjabat sebagai Ketua Deklarasi Pemekaran Kabupaten Busel dan Anggota DPRD Buton (Daerah Induk Busel) saat itu.
Pengakuan Hasmin Ilimi, lanjut Angga, saat Undang-undang dibuat telah menerangkan bahwa Lampiran Peta Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2014 tentang pembentukan Kabupaten Busel telah melalui prosedur yang benar serta melalui koordinasi berjenjang antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat dan DPR RI.
Sementara ahli tata negara, Muhammad Ruliyandi, SH MH menerangkan, esensi peta dalam Lampiran Undang-Undang Busel harus dimaknai cakupan wilayah, bukan penempatan koordinat.
“Sehingga semua persoalan batas wilayah sudah sangat jelas,” jelas Angga.
Begitu juga dengan ahli dokumen, Prof. Dr. La Niampe, M.Hum menerangkan, dalam sejarahnya Pulau Selayar adalah bagian dari Kesultanan Buton sebagai induk dari Kabupaten Buton Selatan.
“Semua terang dengan saksi dan ahli yang kami hadirkan,” ujar Angga.
Setelah sidang yang digelar hari ini, agenda sidang selanjutnya adalah kesimpulan.
“Semoga majelis hakim memutuskan untuk menolak permohonan Pemda Kepulauan Selayar,” tuturnya.
Editor: Din