Pernah Caleg 2014, Tapi Terpilih Jadi Anggota KPU Buton

Kendari, Inilahsultra.com – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) telah menggelar sidang dugaan pelanggaran etik yang dilakukan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Buton bernama Safwan Kurnia, Kamis 13 Desember 2018.

Anggota Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Sultra DKPP RI, Hamiruddin Udu mengaku, masalah etik ini dilaporkan oleh masyarakat dengan teradu Safwan Kurnia sendiri.

Ia menyebut, Safwan diduga melanggar kode etik dan tak layak duduk sebagai penyelenggara karena pernah menjadi calon anggota legislatif (caleg) pada Pemilihan Calon Legislatif 2014 lalu.

-Advertisement-

Pada Pilcaleg 2014, Safwan diketahui maju di DPRD tingkat kabupaten mewakili Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).

“Kemarin sudah disidangkan, berdasarkan aduan pengadu, yang bersangkutan pernah caleg pada 2014,” kata Hamiruddin Udu.

Berdasarkan aturan, calon anggota KPU tidak boleh berasal dari partai politik. Boleh ikut dalam seleksi KPU, minimal lima tahun sebelum seleksi, ia dinyatakan sudah tidak aktif sebagai partisan partai.

Namun, khusus Safwan, ia belum lima tahun usai terlibat politik praktis, sudah ikut mendaftar sebagai calon anggota KPU Buton pada 2018 lalu.

Bahkan, KPU RI selaku pengambil keputusan, malah meloloskan Safwan sebagai komisioner.

“Harusnya dia tidak lolos karena belum lima tahun lepas dari aktivitas politik,” katanya.

Lolosnya Safwan menjadi komisioner mengundang kecurigaan dari TPD. Menurut Hamiruddin, harusnya KPU tahu rekam jejak calon penyelenggara ini sebelum diputuskan.

“Yang putuskan lima besar itu KPU RI. Sedangkan yang fit and propertest KPU provinsi,” jelasnya.

Hamiruddin menyebut, berdasarkan hasil pemeriksaan, KPU provinsi tidak mengetahui jika Safwan mantan caleg pada Pilcaleg 2014 lalu.

“Katanya mereka tidak tahu. Makanya, ibu Ida (anggota DKPP RI) meminta salinan penilaian saat fit kemarin,” jelasnya.

Ketua Bawaslu Sultra juga ini menyarankan agar setelah yang bersangkutan diketahui tidak memenuhi syarat menjadi komisioner, baiknya dinonaktifkan sementara oleh satu tingkat di atasnya.

“Sekarang belum diberhentikan, masih jalan terus,” tuturnya.

Lolosnya Safwan mulai dari pemberkasan hingga diangkat sebagai komisioner harusnya menjadi tanggung jawab KPU.

KPU juga harusnya bertanggung jawab atas lolosnya orang yang tidak layak menjadi penyelenggara, terlebih uang negara sudah terlanjur digunakan oleh yang bersangkutan.

Namun demikian, untuk menguji itu, pengadu tidak melaporkan KPU provinsi maupun KPU RI atas masalah ini ke DKPP.

“Yang dilaporkan hanya dia ini (Safwan),” tuturnya.

Kasus ini, kata Hamiruddin, tinggal menunggu keputusan dari DKPP RI seperti apa sanksi yang diberikan nantinya.

Penulis : La Ode Pandi Sartiman

Facebook Comments