Sidang Pidana Pemilu Laode Rafiun : Pemberhentian Dilakukan Secara Lisan

Sidang pidana Pemilu yang menyeret Ketua DPRD Buton Laode Rafiun sebagai terdakwa digelar di PN Pasarwajo, Rabu 23 Januari 2019.

Pasarwajo, Inilahsultra.com – Sidang kasus dugaan pelanggaran Pemilu yang dilakukan Ketua DPRD Buton Laode Rafiun terus bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Pasarwajo. Rafiun diduga melakukan pelanggaran Pemilu karena terdaftar sebagai Calon Anggota Legislatif dan Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Kancinaa.

Sidang yang digelar di PN Pasarwajo, Rabu 23 Januari 2019, menghadirkan saksi ahli Dr. Kamarudin, SH, MH, Kepala Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari.

Dalam kesaksiannya, Kamaruddin mengatakan, kasus Ketua DPRD Buton memiliki dua aspek, yakni aspek administrasi dan aspek pidana.

-Advertisement-

“Aspek administrasi untuk status berhenti (dari jabatan anggota BPD) tidak membutuhkan surat pemberhentian karena berhenti itu dibentuk personalitasnya sendiri tanpa perlu adanya SK (Surat Keputusan). Dengan sendirinya jatuh jika terdakwa (Laode Rafiun) sudah menyatakan berhenti,” ujarnya.

Sebelumnya, Rafiun membantah masih menjadi anggota BPD. Dia mengaku telah mengundurkan diri dari jabatan anggota BPD.

Menurut Kamaruddin, berhenti dan pemberhentian memiliki objek berbeda. Berdasarkan penilaian SK Bupati Buton tahun 2013 dan tahun 2015, setelah Rafiun meminta berhenti maka otomatis gugur (status sebagai anggota BPD).

“Yang kedua aspek tindak pidana itu tidak masuk pada pasal 280 (3) UU Pemilu. Ikut serta sebagai pelaksana Pemilu sepanjang tidak terjadi atau belum kampanye jangan dikatakan sebagai pidana,” ujarnya.

Kata dia, Bupati Buton seharusnya menindak lanjuti pemberhentian anggota BPD. Sesuai Perda tahun 2008 mengacu peraturan pelaksanaan tentang desa huruf c (1) proses pemberhentian lewat BPD tanpa harus ada surat keputusan sesuai normanya.

“Kalau mau ada surat keputusan maka ada aturan yang harus di rubah, pengunduran diri itulah ranah yang merubah,” ujarnya.

Terkait ada hak anggota BPD (honor) yang diberikan, harus dibuktikan terlebih dahulu. Namun perlu diketahui berhenti tidak membutuhkan surat keputusan berhenti. Jika diberhentikan maka perlu surat pemberhentian.

Hal berbeda diungkap Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Buton, Amrullah SH. JPU tetap pada tuntutannya jika terdakwa menyatakan berhenti tanpa ada SK pemberhentian dan haknya berupa honor masih jalan terus maka belum dinyatakan berhenti sebagai anggota BPD.

“SK pengangkatan bersifat kolektif kolegial tahun 2013-2019 oleh Bupati Buton Samsu Umar Abdul Samiun SH. Jika belum ada SK pemberhentian maka terdakwa masih berstatus sebagai anggota BPD,” terangnya.

Sementara, Kepala BPD Kancinaa Safruddin mengatakan, selama ini terdakwa Laode Rafiun masih berstatus sebagai anggota BPD. Bahkan haknya berupa honor masih diberikan walaupun penerimaannnya tidak ditanda tangani yang bersangkutan.

“Saya yang bawakan honornya tapi tidak di tanda tangani katanya tidak apa-apa,” ujarnya.

Fakta persidangan lainnya, selama ini terdakwa Laode Rafiun selalu menghadiri rapat BPD bersama Ketua BPD, Kades dan Kepala PMD sementara anggota BPD lainnya duduk bersama masyarakat.

“Keberadaan Laode Rafiun dirapat kita bangga. Selain sebagai anggota BPD dia juga Ketua DPRD Buton,” terangnya.

Reporter: Waode Yeni Wahdania

Facebook Comments