Massa Aksi Duga PN Kendari Ada Kongkalikong dengan Terdakwa

Massa aksi menggelar demo di PN Kendari soal putusan majelis hakim yang sangat ringan kepada dua oknum polisi pembunuh juniornya.

Kendari, Inilahsultra.com – Pemuda Pemerhati Hukum Sulawesi Tenggara (PPH-Sultra) menduga ada kongkalingkong antara Pengadilan Negeri Kendari dalam ha ini majelis hakim dengan keluarga pelaku pembunuhan Bripda Faturahman.

Pasalnya, majelis hakim hanya memberikan vonis 5 tahun kepada
dua oknum polisi Bripda Fikar dan Bripda Fislan, terdakwa pembunuhan kepada juniornya Bripda Faturahman.

Dugaan ini disampaikan langsung PPH-Sultra saat menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Pengadilan Kota Kendari, Senin 4 Februari 2019.

-Advertisement-

Kordinator Lapangan Yogi Mengko mengatakan, seharusnya Hakim Pengadilan Negeri Kendari memberikan hukuman berat kepada kedua pelaku pembunuhan oleh Bripda Faturahman.

Menurutnya, kasus pembunuhan itu sudah direncanakan yang diawali dengan kecemburuan sehingga berunjung penganiayaan di Barak Polda Sultra hingga korban meninggal dunia.

Tapi anehnya, majelis hakim hanya mengenakan pasal 351 dan 170 KUHP tentang penganiayaan biasa yang menyebabkan kematian.

“Kami menilai ada permainan dalam penegakan hukum di pengadilan ini, kami menilai hakim masuk angin karena hanya memutuskan dan memberikan vonis hanya 5 tahun penjara atas kasus pembunuhan Faturahman,” kata Yogi Mengko saat menyuarakan orasinya didepan Kantor Pengadilan Negeri Kendari.

Sementara itu, La Ode Aziz Tumada orator lainnya, menyebut, harusnya kedua pelaku divonis seumur hidup.

“Jadi mereka ini harus dihukum seumur hidup karena tindakan dari awal sudah direncanakan memang dan berniat menghilangkan nyawa seseorang,” katanya.

Seharusnya, kata dia, pihak pengadilan dapat memberikan kejelasan kepada keluarga korban. Pasalnya, dalam undang-undang 1945 itu setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

“Ini harus ada penjelasan lebih jelas dari pihak pengadilan. Kalau tidak penjelasan maka kami berasumsi bahwa penegakan hukum di pengadilan ini tajam ke bawah tumpul ke atas yang artinya hukum hanya diberlakukan kepada masyarakat lecil. Jadi hukum di sini bisa diperjualbelikan,” jelasnya.

Sementara itu keterwakilan dari Pengadilan Negeri Kendari yang menemui masa aksi Irmawati Abidin mengatakan, dirinya hanya diutus oleh pimpinan untuk menemui masa, sebab ketua pengadilan sementara memimpin sidang.

“Jadi saya hanya diutus untuk menemui kalian, bukan kapasitas saya untuk menjawab aspirasi kalian. Kami di sini ada kode etik, kami tidak boleh mencampuri putusan dari majelis hakim apalagi ini putusan dalam upaya hukum,” tuturnya.

Untuk itu dirinya hanya memberikan komentar secara normatif apa yang sedang berproses saat ini dengan kasus tersebut.

“Kita tunggu upaya hukum apa, seperti apa putusannya dari Pengadilan Tinggi. Jadi kami tidak bisa intervensi putusan yang sudah terjadi. Jadi kita tinggal menunggu keputusan dari pengadilan tinggi,” jelasnya.

Mengenai penerapan pasal 351 dan 170 KUHP soal penganiayaan biasa menyebabkan kematian, kata dia, keputusan penerapan pasal ini dari polisi dan jalsa. Majelis hakim memutus atas dasar dakwaan jaksa.

“Kita tidak memutus sembarangan, tetapi dilakukan berdasarkan pertimbangan yang kuat berdasarkan fakta-fakta dalam persidangan, pemeriksaan terdakwa dan alat-alat bukti yang diajukan,” jelasnya.

“Initnya kita tunggu putusan dari Pengadilan Tinggi, kita tidak bisa mengomentari karena statusnya ini sementara upaya hukum,” tutupnya.

Penulis : Haerun
Editor : La Ode Pandi Sartiman

Facebook Comments