Kendari, Inilahsultra.com – Sebelum memekarkan diri dari Kabupaten Konawe pada 2013, Kabupaten Konawe Kepulauan bernama Pulau Wawonii. Oleh warga lokal, Wawonii berarti (di atas kelapa). Selain terkenal dengan kelapanya, Wawonii juga terkenal dengan perikanannya.
Namun belakangan, warga harus disibukkan dengan hadirnya perusahaan tambang. Mereka beberapa kali terlibat bentrok dengan aparat yang menjaga perusahaan.
Terakhir, bentrok berdarah terjadi pada Rabu 6 Maret 2019 di Kantor Gubernur Sultra. Dalam bentrokan itu, tujuh mahasiswa dan dua ibu-ibu menjadi korban. Selain dari pihak massa, tiga orang polisi turut menjadi korban.
Mando Maskuri, warga Wawonii yang juga menjadi jenderal lapangan saat demo di Kantor Gubernur Sultra mengungkapkan, 13 IUP di Pulau Wawonii diterbitkan antara 2007 sampai 2013. Kala itu, Wawonii masih bergabung dengan Kabupaten Konawe yang dipimpin Lukman Abunawas yang kini menjadi Wakil Gubernur Sultra.
Lukman Abunawas adalah mantan Bupati Konawe dua periode. Di periode pertama, ia mulai menjabat bupati didampingi Tony Herbiansyah pada 17 Juni 2003 sampai 2008.
Setelah itu, ia kembali menjadi Bupati Konawe dengan wakil Masmuddin pad 17 Juni 2008 sampai 17 Juni 2013. Di masaanya memimpin Konawe, Lukman paling banyak menerbitkan IUP. Salah satunya di Pulau Wawonii.
Padahal, Pulau Wawonii sejak awal masuk pulau-pulau kecil sejak berlakunya UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang daerah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Oleh Mando, beberapa perusahaan yang beroperasi di Konkep itu adalah PT Cipta Puri Sejahtera, PT Hasta Karya Megacipta, PT Investa Kreasi Abadi, PT Gema Kreasi Perdana, PT Natanya Mitra Energi, PT Derawan Berjaya Mining, PT Bumi Konawe Mining, PT Kimco Citra Mandiri, PT Alotama Karya, PT Konawe Bakti Pratama dan PT Pasir Berjaya Mining. Seluruh perusahaan ini, mengolah tambang nikel dan kromit.
“Perusahaan itu, beberapa telah mengantongi izin eksplorasi, studi kelayakan, izin operasi, pengolahan, pemurnian, pengangkutan dan penjualan,” kata Mando.
Seluruh perusahaan tersebut, berada di enam kecamatan yakni, Wawonii Barat, Wawonii Tengah. Wawonii Selatan, Wawonii Timur. Wawonii Utara dan Wawonii Tenggara.
Total luas lahan IUP sebanyakk 23.373 hektare atau 32.08 persen darl total luasan daratan Kepulauan Wawonii seluas 73.992 hektare atau 867,58 km2.
Dikonfirmasi melalui pesan Whatssapnya, Lukman Abunawas tidak memberikan jawaban. Padahal, Lukman Abunawas membaca pesan yang dikirim redaksi Inilahsultra.com
Daftar Perusahaan Pemilik IUP di Konkep
Plt Kepala Dinas ESDM Sultra Andi Azis memiliki data berbeda terkait IUP di Pulau Wawonii . Ia menyebut, di pulau itu ada 7 IUP tambang mineral dan 11 IUP tambang nonlogam.
Data yang diperoleh Inilahsultra.com, ada 6 Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kabupaten Konawe Kepulauan terbit sejak 2008 hingga 2013 atau di akhir pemerintahan Lukman Abunawas.
Dari enam IUP itu, kelompol Putihrai (direktur utama), Hendrik Suhardiman (direktur), Robert Indarto (direktur) memiliki tiga izin di Konawe Kepulauan dengan dua perusahaan yang beroperasi.
Yakni, PT Gema Kreasi Perdanadengan nomor izin 235/BKPMD-PTSP/V/2016. IUP ini diterbitkan pada 14 Nov 2008 dan berakhir 14 November 2028.
Total luas IUP 850.90 hektare dan beroperasi di Wawonii Tenggara dengan status IUP operasi produksi nikel.
Selain itu, di waktu yang sama, PT Gema Kreasi Perdana juga mendapatkan IUP dengan nomor 83/2010, terbit 14 November 2008 dan berakhir 14 November 2028. Luas IUP yang diperolehnya 958.00 hektare beroperasi di Wawonii Barat dan Wawonii Tengah.
IUP ketiga yang mereka punya dikelola oleh PT Bumi Konawe Mining dengan nomor 390/2010. IUP ini diterbitkan 12 Januari 2010 dan akan berakhir 30 Desember 2028. Luas lahan IUP yang perusahaan ini kelola seluas 3,175.00 hektare, berlokasi di Kecamatan Wawonii Selatan dan Wawonii Tenggara dengan status operasi produksi.
Kemudian, Andi Wasop Hasir dengan perusahaan PT Konawe Bakti Pratama juga memiliki IUP di Pulau Wawonii. Dengan nomor IUP 560/BKPMD-PTSP/XI/2016.
IUP ini diterbitkan pada 27 Maret 2012 dan akan berakhir pada Maret 2032. Luas lahan IUP yang diperoleh seluas 952.00 hektare dan beroperasi di Kecamatan Wawonii Barat dan Wawonii Tengah dengan status operasi produksi.
Selain di Konkep, perusahaan Andi ini ikut memiliki IUP emas di Kecamatan Latoma Kabupaten Konawe dengan Nomor IUP 335/2013. Perusahaan ini mengantongi IUP sejak 2013 dan akan berakhir pada 10 Mei 2033. Luas lahan yang dikelola oleh perusahaan milik Andi ini 5.000 hektare dengan status izin operasi produksi.
Lalu, Bambang Herwanto. Dengan perusahaan PT Alotama Karya, mendapatkan IUP di Pulau Wawonii sejak 27 Maret 2012 dengan nomor 378/2012. IUP perusahaan ini akan berakhir pada Maret 2032 dengan luasan 500 hektare, status operasi produksi.
Kemudian, Teuku Badruddin Syah. Perusahannya, PT Kimco Citra Mandiri dengan nomor, 323/2012. Perusahaan ini mendapatkan IUP pada 6 Oktober 2011 dan akan berakhir pada 5 Oktober 2031.
Luas lahan IUP milik perusahaan ini 950 hektare yang beroperasi di Wawonii Barat dan Tengah.
Sejak Awal Melanggar Aturan
Merujuk Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 perubahan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Perencanaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, pulau kecil dengan panjang kurang dari 2 ribu kilometer maka diilarang untuk aktivitas penambangan pasir dan mineral pada wilayah teknis, ekologis sosial dan budaya karena akan menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan serta merugikan masyarakat.
Total luas lahan IUP di Konawe Kepuluan tercatat 23.373 hektare atau 32.08 persen darl total luasan daratan Kepulauan Wawonii seluas 73.992 hektare atau 867,58 km2.
Secara aturan, pulau dengan panjang di bawah 2 ribu kilometer, dilarang dimasukkan sebagai kawasan pertambangan. Sebab, dikhawatirkan, akan terjadi kerusakan lingkungan dan mengancam kelestarian di sekelilingnya.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sultra Saharuddin menyebut, selain Pulau Wawonii, Pulau Kabaena juga tidak diperuntukan bagi eksplorasi pertambangan.
“Pulau-pulau kecil ini hanya untuk pertanian, perikanan dan pariwisata,” kata Saharuddin beberapa waktu lalu.
Menurut dia, seluruh IUP yang berada di pulau kecil, sudah sepantasnya dicabut karena jelas bertentangan dengan aturan dimaksud.
“Pemerintah harus tegas. Sebab, keberadaan IUP di Pulau Wawonii ini jelas melanggar,” ujarnya.
Penulis : La Ode Pandi Sartiman