Hidayatullah : Pelanggaran Independensi dan Integritas Penyelenggara Tak Bisa Ditolerir

Hidayatullah

Kendari, Inilahsultra.com – Mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sultra Hidayatullah resmi ditunjuk sebagai Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI Sulawesi Tenggara.

Sesuai Peraturan DKPP RI Nomor 5 tahun 2017 tentang TPD diubah dengan Peraturan DKPP Nomor 1 Tahun 2019 secara umum tugas TPD DKPP sebagai kepanjangan DKPP RI di daerah.

Ketika ada aduan dari daerah maka nantinya tim TPD yang akan melakukan persidangan namun sifatnya terbatas.

-Advertisement-

“Sidang di daerah sifatnya hanya menggali dan memeriksa barang bukti, alat bukti dan keterangan saksi bukan memutus. Keputusan tetap dibawa ke pusat (DKPP RI),” kata Hidayatullah, Rabu 3 April 2019.

Selain itu, TPD juga berhak memberikan rekomendasi terkait posisi kasus tersebut. Akan tetapi semua keputusan berada di DKPP RI. Rekomendasi dari pihak TPD bisa berubah atau dianulir.

Menurut Hidayatullah, dalam Pemilu ada tiga lembaga dibentuk
yang bertugas khusus yaitu KPU sebagai penyelenggara teknis adminstrasi dan pelaksanaan tahapan, program dan jadwal Pemilu, Bawaslu sebagai Pengawasan Pemilu, serta DKPP sebagai Penegakkan etika penyelenggara Pemilu.

Dilihat fungsi dan kewenangan yang dimiliki maka DKPP adalah lembaga yang menjaga dan mengawal penyelenggara Pemilu dari sisi etika/prilaku penyelenggara.

“Yang dijaga dan dikawal adalah proses Pemilu agar berintegritas karena etika adalah mengawal proses yang didalamnya ada prilaku/etika penyelenggara Pemilu,” jelasnya.

Pada Peraturan DKPP No. 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu menegaskan bahwa Kode Etik Penyelenggara Pemilu merupakan suatu kesatuan asas moral, etika, dan filosofi yang menjadi pedoman perilaku bagi penyelenggara pemilu berupa kewajiban atau larangan, tindakan dan/atau ucapan yang patut atau tidak patut dilakukan oleh penyelenggara pemilu.

“Seorang penyelenggara Pemilu harus paham terhadap seluruh regulasi Pemilu baik Penyelengaraan maupun penyelenggara. Namun yang jauh lebih penting adalah terkait etika. Tidak semua diatur dalam hukum. Secara hukum bisa saja benar akan tetapi bisa saja tidak patut,” ujarnya.

Hidayatullah menjelaskan, tolak ukur mengenai etika penyelenggara pemilu tidaklah sulit. Apakah sikap atau tindakan keputusan itu membuat bingung, ragu-ragu atau mengingat sumpah/janji jabatan yang menghindari kepentingan pribadi dan golongan, maka sikap atau keputusan ragu-ragu tersebut sebaiknya dihindari.

“Karena bisa saja berpotensi melanggar kode etik. Tetapi, bila sikap atau keputusan itu terasa mantap dan berkepastian hukum, serta pihak lain pun setuju, maka lakukan terus. Sehingga penyelenggara Pemilu diharapkan tidak hanya peka terhadap hukum (sense of regulation), tetapi juga harus memiliki kepekaan terhadap etika (sense of ethics),” katanya.

Untul itu, lanjut dia, diharapkan penyelenggara pemilu di Sultra agar dapat memahami peraturan-peraturan DKPP terkait kode etik penyelenggara Pemilu.

“Mereka harus membaca dan memahami secara mendalam peraturan DKPP, karena hal tersebut dapat menjadi pegangan dan pencegahan dalam melaksanakan tugas, dan agar terhindar dari laporan pengaduan dari peserta pemilu, penyelenggara pemilu lainnya serta masyarakat,” jelasnya.

Dari semua keputusan DKPP RI dua bentuk pelanggaran yang tidak dapat di tolerir dan sanksi yang dijatuhkan sangat berat adalah berkaitan dengan pelanggaran etika menyangkut independensi dan integritas.

“Dua hal ini harus dijaga dalam prilaku para penyelenggara Pemilu,” pungkasnya.

Penulis : La Ode Pandi Sartiman

Facebook Comments