
Pasarwajo, Inilahsultra.com – Puluhan massa yang tergabung dalam Gerakan Perubahan Masyarakat Buton melakukan aksi unjuk rasa di Kantor Bupati Buton, Jumat 19 Juli 2019. Mereka mendesak Bupati Buton, Wabup dan Ketua DPRD menolak MoU penyerahan aset ke Kota Baubau.
Koordinator Lapangan (Korlap) Aksi Albert mengatakan, pelimpahan aset milik Kabupaten Buton ke Kota Baubau tidak sesuai dengan prosedur dan perundangan yang berlaku.
“Tuntutan kami batalkan MoU (Memorandun of Understanding) persoalan aset Buton yang telah dilimpahkan ke Baubau. Menurut kami tidak sesuai dengan prosedur perundangan yang berlaku. Seharusnya di paripurnakan dulu di DPRD Buton,” ujarnya.
Kata dia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra tidak bisa menintervensi pembagian aset Buton ke Kota Baubau. Apalagi Kota Baubau sebagai daerah hasil pemekaran Kabupaten Buton.
“Kami dari masyarakat akan mempertahankan aset dan membatalkan MoU dan mendesak pemerintah agar jangan takut diintervensi KPK dan Kejati. KPK itu kewenangannya apa. Yang berhak mengintervensi adalah Pemprov (Pemerintah Provinsi) Sultra dan Mendagri (Menteri Dalam Negeri),” tuturnya.
Pengunjuk rasa lainnya, Fahrul meminta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buton agar tegas dalam menyikapi rencana penyerahan aset ke Kota Baubau. Pasalnya, sejumlah aset yang akan diserahkan telah menyumbangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Jika persoalan ini di bawah ke DPRD saya yakin masyarakat Buton tidak menginginkan hal ini, dan seharusnya Kota Baubau juga harus memperhatikan keinginan masyarakat Buton,” katanya.
Menurut dia, ada kekeliruan dan menjadi tanggung jawab DPRD jika keinginan masyarakat yang meminta menolak penyerahan aset ke Kota Baubau tidak disanggupi. Hal yang mungkin terjadi adalah banyak masyarakat Buton akan berunjuk rasa.
Hal senada dikatakan Yuliadin. Menurut dia, persoalan aset antara Kabupaten Buton dan Kota Baubau terjadi sejak kepemimpinan Bupati Buton Sjafei Kahar.
“Dahulu disaksikan Gubernur Sultra Nur Alam. Masalah ini sudah selesai kenapa diungkit kembali. Sebenarnya kami mau konsultasi dengan KPK dan Kejati,” tuturnya.
Lanjut dia, MoU antara kedua daerah itu harusnya lahir dalam sebuah kesepakatan. Bukan produk yang dipaksakan sehingga Bupati dan DPRD Buton menandatangani MoU.
“Kita bukan pencuri dan tidak menjual aset. Namun seakan-akan datangnya KPK memaksakan agar aset diserahkkan. Kami memberikan penguatan untuk pertahankan aset dan DPRD Buton harus lakukan paripurna,” jelasnya.
Menanggapi hal itu, Sekda Buton Laode Dzilfar Djafar mengatakan, sejak terbentuk Kota Baubau sejumlah aset sudah diserahkan. Namun masih ada aset yang belum diserahkan.
Soal tata cara penyerahan aset, lanjut dia, diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri). Makanya Pemda Buton meminta pertimbangan hukum kepada Kejati Sultra.
Ketua DPRD Buton Laode Rafiun mengatakan, yang sudah dilakukan (penyerahan aset) pemerintah tidak menyalahi aturan. Alasannya baru di tataran MoU.
“KPK hanya memerintahkan Pemda Buton untuk menyerahkan kepada Baubau. Hanya penyerahan ini yang harus diatur seperti apa bentuknya. Penyerahan pertama dan kedua mengacu pada Undang-undang nomor 13 tentang Pembentukan Kota Baubau,” jelasnya.
Menurut dia, selama ini KPK dan Kejati Sultra hanya memediasi mekanisme dan tata cara penyerahan aset.
“KPK menyatakan Buton tidak bisa menahan aset dan Pemda punya etikat baik untuk meyerahkan aset itu. Maka dihadapan Gubernur menandatangani MoU,” paparnya.
Jika mengacu pada Permendagri, lanjut dia, maka butuh mekanisme tata cara untuk penghapusan aset. Hal itu butuh persetujuan DPRD Buton.
“Kita siap menyerahkan tapi DPRD akan mengkaji lagi dan pasti akan mengikuti kehendak rakyat. KPK juga tidak mengatakan serahkan saja tapi memerintahkan sesuai peraturan perundangan,” tegasnya.
Bupati Buton La Bakry mengatakan, sebenarnya persoalan aset sudah selesai. Pemda Buton telah menyerahkan aset tahap pertama dengan nilai sebesar Rp 991 Miliar. Kemudian tahap kedua senilai Rp 35 Miliar.
“Baik Baubau dan Buton sama-sama memperoleh WTP (Wajar Tanpa Pengecualian). Buktinya sudah diaudit oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). Artinya soal aset tidak ada masalah,” ujarnya.
Pada prinsipnya, lanjut dia, pemerintah sudah memahami permintaan massa pengunjuk rasa. Pemerintah akan bernegosiasi dan melakukan pembicaraan namun tetap mengacu pada ketentuan perundangan yang tidak merugikan.
“Sebagai penyelenggara pemerinthaan harus punya etikat baik, jika tidak kami akan diasalahkan,” terangya.
Reporter: Wa Ode Yeni Wahdania