Tujuh Tuntutan KMS Soal Wawonii, Salah Satunya Dugaan Gratifikasi IUP PT GKP

Konferensi pers Koalisi Masyarakat Sipil menyikapi kasus penyerobotan lahan warga Wawonii oleh PT GKP. (Istimewa)
Bacakan

Kendari, Inilahsultra.com – Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Sulawesi Tenggara menggelar konferensi pers menyikapi penyerobotan lahan warga yang dilakukan PT Gema Kreasi Perdana (GKP).

Koalisi ini terdiri dari perwakilan warga Wawonii, LBH Makassar-YLBHI, LBH Kendari, JATAM, KPA Sultra, PUSPAHAM Sultra, WALHI Sultra, DPK GMNI (Hukum, FITK, FKIP) UHO, KBS, SP Kendari, STKS, FORSDA Kolaka, dan Komdes Sultra.

-Advertisement-

Edy Kurniawan dari LBH Makassar-YLBHI yang juga kuasa hukum warga menyatakan, ketegangan dan konflik sosial di Kecamatan Wawonii Tenggara Kabupaten Konawe Kepulauan makin memanas.

Situasi ini dipicu oleh tindakan sejumlah karyawan perusahaan tambang PT Gema Kreasi Perdana yang mengaku diperintah oleh pimpinan/direktur untuk melakukan perampasan lahan dan pengrusakan tanaman milik warga/petani, pada 22 Agustus 2019.

“Hingga saat ini situasi di lokasi belum kondusif, jika pihak perusahaan terus memaksakan untuk meneruskan perampasan lahan dan Pemda Konkep, Gubernur Sultra maupun Polda Sultra tidak segera mengambil tindakan menghentikan aktivitas PT GKP, maka situasi ini berpotensi menimbulkan konflik sosial yang lebih besar dan meluas melibatkan warga Wawoni selaku pemilik dan penguasa lahan melawan pihak PT GKP,” katanya, Selasa 27 Agustus 2019 di Sekretariat Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sultra.

Sementara itu, Korwil KPA Sultra, Torop Rudendi menyebut, konflik agraria yang terjadi di Konkep adalah bukti bahwa pemerintah daerah maupun pusat belum memberikan rasa keadilan bagi masyarakat di Kabupaten Konkep dalam mengelola sumber-sumber agraria.

Penyelesaian konflik agraria di Konkep selama ini dilakukan dengan pendekatan intimidatif dan diskriminatif dengan dalih melindungi investasi, bukan bekerja sebagiamana mestinya sebagai penegak hukum.

Tidak kalah pentingnya, Konkep merupakan wilayah pelaksanaan redistribusi lahan di Sultra melalui pelepasan kawasan hutan dengan skema reforma agraria seluas 14 ribu hektar.

Reforma agrarian ini dilaksanakan oleh Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Sultra yang dibentuk oleh Gubernur Sultra sejak Februari 2019.

“Kegiatan redistribusi lahan di Kabupaten Konkep menjadi prioitas kerja dalam kerangka implementasi dari agenda besar reforma agraria presiden Joko Widodo,” katanya.

Hanya saja, kata dia, fakta di lapangan, semangat reforma agraria ini diduga dibajak untuk kepentingan investasi.

Sementara itu, Direktur Pusapaham Sultra Kisran Makati menyebut, Pulau Wawoni merupakan pulau kecil dengan luas ±1500 km2. Seharusnya, bebas dari aktivitas exraktif utamanya bagi pertambangan, sehingga  melanggar Pasal 35 huruf i dan k UU No.27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang pada pokoknya melarang penambangan pasir dan mineral pada wilayah yang secara teknis, ekologis, sosial dan budaya menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan serta merugikan Masyarakat.

Untuk itu, KMS menuntut Kapolri untuk mengusut dan mengevaluasi kebijakan Kapolda Sultra terkait pengamanan investasi PT GKP di wilayah Wawoni. Sebab, polisi dinilai cenderung membela perusahaan tambang dibandingkan masyarakat.

“Menuntut Kapolda Sultra  untuk segera melakukan upaya penyelidikan-penyidikan terkait dugaan penyerobotan lahan dan pengrusakan tanaman milik warga yang diduga dilakukan oleh karyawan PT GKP selaku pelaku lapangan dan pimpinan/direktur operasional selaku otak peristiwa,” tuturnya.

Mereka juga mendesak Kapolda Sultra untuk menindak tegas aparat kepolisian yang melakukan intimidasi terhadap warga di lapangan

“Mendesak Gubernur Sultra untuk segera mencabut IUP PT GKP,” jelasnya

Selain itu, KMS juga meminta Gubernur Sultra melalui GTRA Sultra agar segera melakukan percepatan penyelesaian konflik agraria dan tidak lagi menunda-nunda pelaksanaan Reforma Agraria di kabupaten Konawe Kepulauan dengan tetap mengedepankan prinsip-prinsip keadilan, kemanusiaan dan keberlanjutan ekologis.

KMS juga meminta Komnas HAM untuk segera melakukan penyelidikan terkait dugaan pelanggaran HAM yang diduga dilakukan oleh PT GKP, Polda Sultra dan Gubernur Sultra.

“Meminta Kementerian Kelautan Dan Perikanan untuk segera melakukan penyelidikan terkait dugaan pelanggaran penambangan di wilayah pesisir dan pulau – pulau kecil,” tuturnya.

Tak kalah pentingnya, KMS juga mendesak KPK RI untuk mengusut dugaan korupsi (penyalahgunaan kewenangan dan gratifikasi) terkait perizinan dan operasi pertambangan PT GKP.

Terhadap tuntutan terakhir, Direktur Operasional PT GKP  Bambang Murtiyoso mengaku, IUP anak perusahaan PT Harita Group ini tidak ada masalah. Bahkan ia sesumbar tidak takut ditangkap KPK.

“Karena tidak lakukan penyimpangan. Tidak ada kolusi dengan institusi karena izin GKP ini tidak dimanipulasi,” ujarnya beberapa waktu lalu.

Ia juga mengaku merasa tenang dengan klirnya izin GKP yang diperoleh sejak 2018 lalu setelah menukar guling PT GKP lama.

“Saya tenang karena tidak ada izin yang dibuat main-main. Saya tidak pernah takut pak, saya hadapi dengan senyum saja kalau ada yang kritik. Kita ini klir, tidak ada masalah izinnya,” tuturnya.

Penulis : La Ode Pandi Sartiman

Facebook Comments