
Kendari, Inilahsultra.com – Mahasiswa S-3 di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Saidiman melaksanakan pertunjukan Tradisi Sariga di Desa Tangkumaho, Kecamatan Napano Kusambi Kabupaten Muna Barat, Minggu 27 Oktober 2019.
Saidiman mengaku, sebagian masyarakat Muna sudah melupakan tradisi ini. Untuk itu, lewat pertunjukan tersebur, tradisi Sariga dapat diperkenalkan kembali di masyarakat.
“Tradisi tersebut banyak memiliki nilai karakter dan juga sebagai penolak bala agar anak-anak yang disariga terhindar dari segala macam penyakit serta mendapat banyak keberkahan dalam hidupnya,” kata Saidiman.
Saidiman mengaku, tradisi masyarakat lokal perlu dihidupkan di tengah disrupsi nilai kebudayaan masyarakat saat ini.

Menurut dia, kearifan lokal memiliki nilai tersendiri dalam kehidupan masyarakat dan sebagai putra daerah mesti kembali untuk menghidupkannya kembali.
“Olehnya itu saya sebagai mahasisawa doktoral melakukan pertunjukan sebagai upaya pelestarian di masyarakat,” bebernya.
Sumber Saidiman, Wa Ode Puuno, salah satu warga yang masih rutin melakukan ritual Sariga di Muna, anak-anak sekarang tidak mau belajar tentang tradisi lokal.
“Termasuk anak-anaknya katanya, mereka tidak mau belajar,” bebernya.
Ia menyebut, makna Sariga belum ada defenisi yang pasti. Namun, bila dimaknai dalam kehidupan masyarakat, tradisi Sariga berarti tardisi yang dilaksanakan ketika pasangan suami istri memiliki sepasang anak laki-laki dan perempuan.
Biasanya, kata dia, anak yang disariga berusia 7 bulan hingga 10 tahun.
“Untuk dalam rumpun keluarga, meskipun baru punya anak 1 bisa ikut bergabung agar anaknya juga disariga, asalkan ada saudaranya yang sudah punya sepasang anak laki-laki dan perempuan,” tuturnya.
Selain pertunjukan, Saidiman juga berencana akan membuat buku terkait dengan tradisi Sariga, sehingga generasi muda bisa belajar atau membacanya.
Penulis : Harkila