Kendari, Inilahsultra.com – Komisi II Dewan Perwakikan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Kendari menggelar rapat dengar pendapat tentang penerapan alat perekam pajak tapping box di ruang aspirasi, Selasa 12 November 2019.
Rapat tersebut dipimpin Ketua Komisi II
Andi Sulolipu didampingi anggota Arwin, Sahabuddin, Apriliani Puspita Wati, Fadli Bafadal, serta pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Kota Kendari Sapri, dan sejumlah pengusaha.
Ketua Asosiasi Rumah Makan, Karaoke, dan PUB (AROKAB) Kota Kendari Ulil Amri menjelaskan, pelaku usaha tidak menolak penerapan alat perekam pajak tapping box, tapi yang menjadi masalahnya adalah terkait sistem dan mekanisme yang tidak jelas.
“Kami tidak menolak alat itu, kami juga tidak menolak pajak, dan kami juga sangat paham pajak ini untuk pembangunan Kota Kendari. Tapi penerapannya dari pemerintah membuat kami bingung,” katanya dalam hearing.
Dalam penerapan tapping box ini, Ulil menjelaskan, tidak semua item-item yang masuk dalam transaksi tapping box dikenakan pajak. Pasalnya di dalamnya ada hal-hal seperti komplimen nilainya nol.
“Di sini ada angkanya tetapi uangnya tidak diterima, kalau uang diterima apakah itu berhak dikenakan pajak,” katanya.
Kemudian bil ganda dalam satu transaksi bisa tercetak empat sampai lima kali, padahal yang ada hanya satu transaksi. Ia pun mempertanyakan apakah semua dikenakan pajak dari lima transaksi itu.
“Ini kan tidak adil karena sudah jelas yang ada cuma satu bil saja, jangan dicetak semuanya. Coba pemerintah perbaiklah sistem yang diterapkan saat ini,” jelasnya.
Harusnya, kata dia, penerapan tapping box ini terlebih dahulu didudukan bersama pemerintah dan tidak serta merta diterapkan.
Ia mengaku, banyak tamu mengeluhkan harga yang mereka bayarkan tidak seperti biasanya.
“Kami menginginkan mari kita atur mekanismenya seperti apa, kesepakatan seperti apa yang tidak merugikan kedua belah pihak. Tentu teman-teman keberatan karena sistemnya ada ketidakcocokan antara sistem pemerintah dengan di tempat usaha,” ungkapnya.
Sementara itu, pemilik warung kopi, H. Anto mengungkapkan, penerapan perekam pajak tapping box ini tidak tepat, karena sangat mempengaruhi tamu-tamu.
“Saya menentang pemerintah dalam penerapan perekam pajak, karena kami selalu diintai di tempat usaha sendiri. Kalau banyak tamu pihak pemerintah datang mengontrol transaksi pajak
dan kalau sepi mereka tidak datang. Kenapa kami selalu diintai seperti itu,
sementara kami taat membayar pajak setiap bulan,” ungkapnya.
Untuk itu, ia meminta kepada pemerintah tidak membuat susah masyarakat Kota Kendari dalam membuka usaha dengan sistem ini.
“Marilah kita kembali ke sistem sebelumya, tidak menggunakan alat perekam pajak. Percuma ada alat kalau hanya menyengsarakan masyarakat,” tutupnya.
Plt Kepala BPPRD Kota Kendari Sapri menjelaskan, sebelum penerapan alat perekam pajak tapping box ini, pihaknya melakukan sosialisasi kepada para pelaku usaha atau pengusaha restoran, rumah makan, hotel dan tempat hiburan.
“Kita sudah lakukan sosialisasi kepada pelaku usaha mulai dari hotel, rumah makan, restoran, tempat hiburan dan mereka itu setuju. Jadi tidak ada lagi yang perlu kita perdebatkan,” jelasnya.
Bahkan lanjut dia, pemerintah telah melakukan sosialisasi kepada tenaga IT dari tempat-tempat usaha dalam menjalankan sistem ini.
“Kemarin itu tenaga IT kita dan tenaga IT tempat usaha bersama-sama mensingkronkan sistem ini. Jadi saya kira tidak ada lagi masalah,” tutupnya.
Pimpinan rapat Ketua Komisi II DPRD Kota Kendari Andi Sulolipu menyimpulkan, kedua belah pihak harus bertemu untuk membicarakan item-item yang tidak memberatkan kedua belah pihak dengan tanpa mengabaikan pajak yang wajib dibayar sebagai sumber pendapat asli daerah Kota Kendari.
“Mereka ini harus bertemu dan menemukan satu kesepakatan tanpa ada yang dirugikan dan komisi II tetap melakukan kroscek persoalan ini,” tutupnya.
Penulis : Haerun