Layang-layang (Kaghati) Kabupaten Muna telah ada sejak purbakala, berkisar 2400 tahun lalu yang ditemukan pertama kali bangsa China.
Namun penelitian Wolfgang mengatakan bahwa lukisan layang-layang di Gua Sugi Patani telah berusia 4000 tahun lalu. Hal ini dibuktkan dengan adanya lukisan seseorang yang memainkan layang-layang di Gua Prasejarah Sugipatani di Desa Liangkabori Kecamatan Lohia Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Lukisan gambar seseorang yang memainkan layang-layang di dekat pohon kelapa memberikan pesan pada masyarakat lokal bahkan dunia bahwa masyarakat Muna telah mengenal, membuat kerangka hingga menerbangkan layang-layang.
Berdasarkan cerita orang-orang tua bahwa Kaghati diterbangkan musim kemarau sambil menunggu musim panen jagung.
Namun dengan perubahan zaman sangat jarang ditemukan menerbangkan layang-layang yang terbuat dari daun Kolope (Umbi hutan). Kaghati yang terbuat dari daun umbi hutan hanya diikutkan di ivent-ivent besar yang diselenggarakan berbagai negara.
Kaghati yang dibuat masyarakat Muna telah ditetapkan sebagai warisan budaya takbenda Indonesia, oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof Dr Ir Muhammad Nuh DEA dan telah diberikan piagam penghargaan pengesahan Kaghati Kolope sebagai Layang Kehormatan Bangsa yang dikeluarkan oleh Yang DiPertua Pihak Tempatan Pasir Gudang, Tan Sri Dato’ Muhammad Ali Hashim dari Malaysia.
Di zaman modern ini, masyarakat Muna terus berinovasi dalam menciptakan layang-layang yang terbuat dari bahan alam. Seperti yang dibuat oleh Ketua Lembaga Pemuda Peduli Lingkungan Kabupaten Muna, La Iman Supa.
Melihat pelaksanaan Festival Layang-layang Nusantara tahun 2019, ia membuat terobosan dengan membuat layang-layang dengan menggunakan daun Katimboka (Daun alam, yang melekat di pohon-pohon maupun batu).
Dasar pembuatan Kaghati Katimboka, dengan berpatokan bahwa daun ini bisa terbang seperti halnya layang-layang pada umumnya, namun saja yang membedakan layang-layang Katimboka tidak memiliki rangka.
“Dalam menghadapi pelaksanaan festival layang-layang nusantara yang akan digelar tepat tanggal 9-10 Desember 2019 nanti. Saya Slsekedar mencoba membuat layang-layang yang terbuat dari daun Katimboka yang disusun rapih dan disambungkan dengan menggunakan benang,” kata Lai Iman Supa, Jum’at 6 Desember 2019.
La Iman mengungkapkan, pembuatan layang-layang Katimboka ini menyita waktu 1 hari 2 malam. Sebab harus tepat dalam menyambungkan antara daun, selain itu harus penuh ketelitian, kesabaran, dan penuh ketenangan hati.
Setelah pembuatan selesai, pada hari Kamis 5 Desember 2019 dilakukan percobaan penerbangan perdana di lapangan sepak bola di Desa Parida Kecamatan Lasalepa, Muna.
“Hasilnya bisa terbang dengan ketinggian kurang lebih 100 Meter walaupun itu dilakukan beberapa kali percobaan,” ujarnya.
Sebagai masyarakat yang cinta pada Kaghati sebagai budaya Muna, La Iman berharap para generasi penerus bangsa agar terus melestarikannya.
Penulis : Iman Supa