Kendari, Inilahsultra.com – SEJAJAR Sulawesi Tenggara mengungkap adanya masalah bantuan sosial (bansos) Covid-19 di Kota Kendari yang tak tepat sasaran.
SEJAJAR Sultra adalah Koalisi masyarakat sipil yang terdiri 20 lembaga yang berbasis di 12 kabupaten/kota, 33 kecamatan dan 111 desa se Sulawesi Tenggara. Koalisi ini terbentuk dalam merespon pendemi covid-19 di Sulawesi Tenggara.
“Kami membuka pengaduan terkait bantuan sosial dan pemutusan hubungan kerja (PHK) Se Sulawesi Tenggara. Untuk kota Kendari kurang lebih 100 pengaduan, 62 kasus pengaduan bantuan sosial dan 38 kasus pengaduan korban pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh perusahaan,” kata La Ode Dzul Fijar dari SEJAJAR Sultra, Kamis 4 Juni 2020.
Ia menyebut, pengaduan khusus bantuan sosial di Kota Kendari rata-rata berasal dari 10 Kelurahan yakni Kadia, Tononggeu, Sambuli, Talia, Purirano, Baruga, Kendari Caddi, Kemaraya, Punggaloba dan Kadia. Adapun profesi yang mengadu kebanyakan buruh bangunan, nelayan, buruh pabrik ikan serta pekerja informal lainnya, dengan penghasil rata-rata Rp 500.000 sampai Rp 1.000.000 per bulan dan Rp 1.100.000 sampai Rp 1.500.000 per bulan.
Adapun jenis pengaduan Warga Kota Kendari yakni pertama, Pendata yang tidak netral. Kasus pertama, RT dan lurah yang terkadang melakukan pendataan dengan memilih warga berdasarkan pendekatan kekeluargaan dan garis politik.
Kasus Kedua, pendata mengambil hak warga seperti kasus bantuan PKH tidak sampai dengan warga, kasus terjadi di Punggaloba Kendari Barat. Kasus Ketiga, konflik kepentingan antara pendata dengan pihak lurah.
“Contoh misalnya suami sebagai lurah dan istri sebagai pendata bansos yang di-SK-kan oleh pemerintah daerah,” katanya.
Kedua, data penerima bantuan sosial yang salah sasaran karena tidak update. Contoh kasus ada warga yang terdata sebagai penerima bantuan sosial yang sudah meninggal dunia, orang kaya, penerimaan dobel antara suami dan istri.
Ketiga, kuota penerima bantuan sosial yang tidak transparan, misalnya penerima bansos yang disetujui pemerintah pusat menurut Dinas Sosial Kota Kendari hanya 10.000 KK. Kalau dibagi rata di 64 Kelurahan, maka tiap kelurahan akan mendapatkan kuota 156 Kepala Keluarga tiap kelurahan dan ternyata penerima jauh dari harapan, terutama di wilayah tempat warga, rata-rata penerima bansos hanya 30-50 kk per kelurahan.
Begitupun penerima PKH untuk Kota Kendari sebesar 7.209 KK, kalau dibagi rata ke setiap kelurahan, maka akan mendapatkan kuota 112 KK per kelurahan. Cukup dengan bantuan ini sudah menutupi 17.209 KK se kota Kendari.
“Bansos itu belum termasuk dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dan Pemerintah Kota Kendari seharusnya dibuka ke publik,” bebernya.
Keempat, dana recofusing dan relokasi anggaran penanganan Covid-19 untuk bantuan sosial korban terdampak covid-19 di Kota Kendari harus terbuka ke publik. Jumlah anggaran dari APBD Provinsi Sulawesi Tenggara dan Pemerintah Kota Kendari juga harus memperjelas jumlah anggaran yang akan disalurkan dan berapa kuota penerima dari masing-masing pihak.
“Untuk itu kami dari Sejajar Sulawesi Tenggara merekomendasikan pendataan ulang bantuan sosial khususnya di Kota Kendari yang melibatkan multipihak mulai dari RT, RW, lurah, kelompok kepentingan seperti tokoh masyarakat, perempuan, janda, nelayan dan organisasi masyarakat sipil,” jelasnya.
Ia juga mengusulkan pembuatan sistem database terpadu meliputi data kependudukan dan data kemiskinan dari tingkat kelurahan sampai tingkat kota yang terupdate sekali seminggu, sehingga Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang disetor ke Kementerian Sosial tidak amburadul seperti sekarang ini.
Kemudian, ia juga meminta agar mengganti aparat pemerintahan yang mempermainkan data bantuan sosial, demi mengurangi kecemburuan sosial warga di masa bencana pendemi corona virus saat ini.
“Data penerima bantuan sosial harus dibuka ke publik dan ditempel di setiap kelurahan termasuk sumber bantuan dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dan Pemerintah Kota Kendari serta Corporat Social Responbility (CSR). Dana bantuan sosial harus transparan terutama yang bersumber dari APBN Pemerintah Pusat, APBD Provinsi Sulawesi Tenggara dan APBD Kota Kendari,” pungkasnya.
Penulis : Pandi