
Kendari, Inilahsultra.com – Pemerintah Kota Kendari diketahui memungut pajak di tempat usaha tak berizin seperti di sekitar hutan mangrove Teluk Kendari.
Kepala Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BP2RD) Kota Kenari, Sri Yusnita mengatakan, pemerintah kota melakukan pungutan pajak terhadap tempat usaha yang tidak memiliki izin, karena berada dalam kawasan hutan produksi yang dilindungi oleh pemerintah.
Pernyataan Yusnita ini bertolak belakang dengan hasil hearing di DPRD Kota Kendari beberapa waktu lalu, bahwa sejumlah tempat usaha di sekitaran hutan mangrove Teluk Kendari tidak memiliki izin.
“Seperti rumah makan kampung bakau tetap dilakukan pungutan pajak, padahal tidak memiliki izin, itulah kami simalakamanya. Tidak mungkin kami yang menutup, karena itu bukan kewenangan kami,” kata Sri Yusnita saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis 6 Agustus 2020.
Menurut dia, bukan domain Bappenda untuk menyimpulkan bahwa mereka telah melanggar hukum jika memungut pajak di tempat usaha ilegal.
“Kedepannya kita akan kordinasikan dengan dinas terkait untuk membenahi. Memang kemarin simalakama buat pemerintah antara izin dan pajaknya,” jelasnya.
Mantan Kadis PTSP Kota Kendari mengatakan, penarikan pajak dilakukan Pemkot Kendari sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
“Enak dong mereka, ada transaksi di sana baru tidak membayar pajak. Nggak boleh itu. Jadi Ada transaksi ada pajak,” jelasnya.
Setiap tempat usaha yang ramai dikunjungi masyarakat, dipasangkan alat perekam pajak. Setiap konsumen membayar pajak 10 persen dari harga yang disiapkan.
Misalnya, selesai makan membayar Rp10 ribu maka harus membayar Rp11 ribu karena ditambah pajak 10 persen.
“Makanya kami heran juga. Harusnya restoran atau pemilik usaha ini perannya wajib pungut. Membantu pemerintah memungut pajak. Pajaknya dari orang-orang yang berkunjung dalam hal ini melakukan transaksi,” jelasnya.
Sementara Ketua Komisi III DPRD Kota Kendari, LM Rajab Jinik menilai, memungut pajak di tempat usaha yang tidak memiliki izin itu ilegal.
“Kita sudah beberapa kali sarankan kepada pemerintah kota mestinya tidak bisa melakukan pungutan yang dilarang oleh pemerintah,” jelasnya.
Anggota Fraksi Golkar ini merasa heran dengan pemerintah kota yang memungut pajak di tempat usaha yang tidak memiliki izin.
“Berarti ada pembiaran dari dilakukan pemkot, karena masih mengambil pajak yang tidak ada izin. Kita kemarin desak pemkot mengusur atau membongkar bangunan, tapi kalau pelaku usaha mempersoalkan telah membayar pajak. Ini yang menjadi persoalan dan pemkot harus bertanggung jawab,” jelasnya.
Kata Rajab, ketika dipasangkan perekam pajak harus didukung dengan perda. Kemudian, penggunaan lahan itu mendapatkan izin dari pemerintah.
Untuk itu, dalam waktu dekat ini, dewan akan memanggil Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), Dispenda dan Pertanahan Kota Kendari untuk mempertanyakan dasar melakukan pungutan.
“Kalau dasarnya hanya ada transaksi dan menjalankan usaha harus kita lihat legalistasnya, karena jangan sampai tidak ada legalitsanya. Bararti semua pedagang kaki lima yang memakai badan jalan yang ada di Kota Kendari harus dilakukan pungutan,” ujarnya.
“Pertanyaan kami. Apakah memang pemkot punya hak melakukan pungutan atau tidak, tapi ketika mereka memungut pajak berarti ada legalitasnya tempat usaha tersebut. Kalau tidak ada legalitasnya berarti itu masuk pungli atau tidak yang dilakukan pemerintah, karena saya belum melihat undang-undangnya,” jelasnya.
Ia menuturkan, Dispenda harusnya menghentikan pungutan pajak karena PTSP dan Dispenda tidak pernah mengeluarlan izin tempat usaha tersebut.
“Pungutan pajak ini harus dihentikan dulu sementara, sampai ada kejelasan dari pemerintah terkait izin usaha yang ada di hutan mangrove,” tutupnya.
Penulis : Haerun