
Oleh : Adly Yusuf Saepi, S.H.,M.H.
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2020 tinggal dua bulan kedepan lagi akan diselenggarakan tepatnya tanggal 9 Desember 2020. Dalam Pilkada serentak 2020 setidaknya ada 270 daerah terdiri dari 9 Provinsi, 224 Kabupaten dan 37 Kota akan melaksanakan Pilkada Serentak. Di Provinsi Sulawesi Tenggara sendiri, ada 7 Kabupaten yang akan menggelar pesta demokrasi lokal Tahun 2020 antara lain: Kabupaten Konawe Selatan, Konawe Utara, Konawe Kepulauan, Buton Utara, Muna, Wakatobi dan Kolaka Timur. Pilkada serentak tahun 2020 ini adalah merupakan Pilkada gelombang keempat setelah sebelumnya telah dilaksanakan pada tahun 2015, 2017 dan 2018.
Dalam prespektif demokratis, pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah diharapkan mampu mendapatkan pemimpin yang lebih berkualitas dan sesuai dengan keinginan mayoritas rakyat serta merupakan harapan bagi masyarakat di daerah. Konsep demokrasi secara sederhana dimaknai sebagai pemerintahan yang kedaulatannya terletak pada rakyat. Hampir seluruh negara di dunia, mendaulat dirinya sebagai negara yang demokrasi tidak terkecuali Indonesia. Demokrasi pada dasarnya memberikan harapan kebahagiaan dan kepuasan bagi rakyat, karena rakyat diberi kesempatan seluas-luasnya untuk berpartisipasi dalam pemerintahan dan penentuan kebijakan publik. Menurut Abraham Lincoln, demokrasi adalah sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Pemilihan Kepala Daerah secara langsung memiliki korelasi yang sangat erat dengan pelaksanaan kedaulatan rakyat. Dengan pemilihan kepala daerah secara langsung, maka rakyat dapat menentukan sendiri pemimpin di daerahnya, sehingga akan terjalin hubungan yang erat antara kepala daerah dengan rakyat yang dapat mendorong terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan daerah yang demokratis dan partisipatif.
Dalam pelaksanaan Pilkada yang merupakan ajang perebutan pucuk pimpinan di daerah, tidak menutup kemungkinan adanya pelanggaran, baik pelanggaran yang bersifat administratif maupun pelanggaran yang berupa tindak pidana pemilihan. Untuk menjamin pemilihan kepala daerah yang bebas dan adil diperlukan perlindungan bagi para pemilih, para pihak yang mengikuti pilkada (peserta pemilihan), maupun bagi rakyat pada umumnya dari segala macam intimidasi, politik uang, dan pelanggaran lainnya yang dapat mempengaruhi kemurnian hasil Pilkada. Dalam hal terjadinya pelanggaran maka Negara harus hadir melalui perangkat-perangkat hukumnya untuk menyelesaikan setiap permasalahan yang ada, sebab Indonesia merupakan negara hukum seperti tertuang pada Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945, yang menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum.
Tulisan ini mencoba melihat proses Tahapan Pendaftaran Bakal Pasangan Calon Bupati Dan Wakil Bupati Kolaka Timur dalam tahapan Penyelenggaraan Pilkada di Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2020 dari perspektif pendekatan regulasi hukum, dimana Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Kolaka Timur telah mengeluarkan sebuah Surat Keputusan Nomor 91/PL.02.3-Kpt/7411/KPU-KAB/IX/2020 tentang Penetapan Nomor Urut dan Daftar Pasangan Calon dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kolaka Timur Tahun 2020, yang akan berkontestasi pada Pilkada 9 Desember 2020 mendatang yang kemudian belakangan mendapatkan sorotan atau keberatan dari Peserta Pemilihan dengan mengajukan sengketa adminstrasi pemilihan di Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU) Kolaka Timur.
Dasar Hukum Penyelenggaraan Pilkada
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara konstitusional diatur dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 bahwa Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis. Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar, yang direfleksikan melalui Pemilihan kepala daerah secara demokratis.
Didalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang, juga disebutkan bahwa Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk memilih Gubernur, Bupati dan Walikota secara langsung dan demokratis.
Legalitas KPU Dalam Penyelenggaraan Pilkada
Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah, memberikan legitimasi kepada Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) dalam menyelenggaran Pemilihan kepala daerah, menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang, Pasal 1 ayat (9), menyebutkan bahwa KPU Kabupaten/Kota adalah lembaga penyelenggara pemilihan umum sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai penyelenggara pemilihan umum yang diberikan tugas menyelenggarakan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini. Masih dalam undang-undang yang sama pada Pasal 8 ayat (3) disebutkan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota dilaksanakan oleh KPU Kabupaten/Kota. Selanjutnya dalam Pasal 13 huruf j, terkait Tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota salah satunya adalah Menetapkan pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota yang telah memenuhi persyaratan.
Dalam konteks pelaksanaan penyelenggaraan Pemilihan kepala daerah (Pilkada) oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD), bukan merupakan perkara mudah yang dapat dilaksanakan dengan mulus tanpa adanya suatu masalah atau dinamika dan kendala teknis dalam penerapan dan implementasi dari pelaksanaan regulasi terkait Pilkada, karena pada kenyataannya dalam menjalankan seluruh proses tahapan penyelenggaraan Pilkada selalu saja di dapati masalah-masalah yang timbul baik itu akibat dari Penyelenggara Pilkada yang melanggar ketentuan undang-undang dan/atau keliru dalam memahami suatu regulasi, Peserta Pemilihan maupun dari masyarakat atau pendukung pasangan calon yang akan bereaksi dan melakukan protes ketika Penyelenggara tidak profesional dalam menjalankan tugasnya, sehingga tidak mudah bagi penyelenggara menyelenggarakan tahapan Pilkada ditengah masyarakat yang semakin sadar dan paham akan pentingnya berdemokrasi dalam negara hukum, namun bukan berarti dengan beban tanggungjawab yang berat dalam menjalankan tahapan Pilkada, sehingga KPU tidak memperhatikan undang-undang dengan baik dan cermat.
Persyaratan Pencalonan dan Pendaftaran Pasangan Calon
Persyaratan untuk menjadi Calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang, pada Pasal 39 huruf a, dan Pasal 40 ayat (1), (2), (3), dan ayat (4), dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 1 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota, tercantum dan diatur dalam Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2), dan persyaratan pencalonan pada Pasal 5, 6 dan Pasal 7.
Sebagaimana ketentuan dalam Pasal 5 ayat (2) Peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pencalonan Kepala Daerah, syarat pencalonan yaitu diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang memperoleh paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Terakhir di daerah yang bersangkutan.
Dengan dasar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pilkada dan Peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pencalonan, KPU Kolaka Timur mengeluarkan Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Kolaka Timur Nomor: 83/Pl.02.2-Kpt/7411/KPU-Kab/VII/2020 Tentang Persyaratan Pencalonan untuk Partai Politik atau Gabungan Partai Politik dalam Pemilihan Bupati Dan Wakil Bupati Kolaka Timur Tahun 2020, menetapkan persyaratan pencalonan untuk Partai Politik atau Gabungan Partai Politik dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kolaka Timur Tahun 2020, yaitu memperoleh: a. paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kolaka Timur hasil Pemilihan Umum Tahun 2019, yaitu 20% x 25 sebanyak 5 (Lima) kursi; atau b. paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah hasil Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2019, yaitu 25% x 68.519 = 17.129,75 (tujuh belas ribu seratus dua puluh sembilan koma tujuh lima) suara dibulatkan keatas menjadi 17.130 (tujuh belas ribu seratus tiga puluh) suara. Dalam hal Partai Politik atau Gabungan Partai Politik mengusulkan Bakal Pasangan Calon menggunakan jumlah kursi DPRD, maka ketentuan tersebut hanya berlaku bagi Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kolaka Timur hasil Pemilihan Umum Tahun 2019.
Sedang pendaftaran Pasangan Calon diatur dalam Pasal 39 ayat (1), disebutkan Partai Politik atau Gabungan Partai Politik tingkat kabupaten/kota mendaftarkan Bakal Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota kepada KPU Kabupaten/Kota selama masa pendaftaran. Pasal 40 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan, dalam menerima pendaftaran Bakal Pasangan Calon, KPU Kabupaten/Kota bertugas: a. menerima dokumen persyaratan pencalonan dan persyaratan calon yang diajukan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik atau perseorangan; b. meneliti pemenuhan persyaratan; c. meneliti keabsahan dokumen persyaratan pencalonan; d. berdasarkan hasil verifikasi KPU Kabupaten/Kota mencatat penerimaan dokumen persyaratan pencalonan dan persyaratan calon yang diajukan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik.
Selanjutnya dalam Pasal 42 ayat (1) disebutkan Dokumen persyaratan pencalonan dan persyaratan calon wajib disampaikan kepada KPU Kabupaten/Kota. Pasal 43 ayat (1) Lampiran surat pencalonan untuk Bakal Pasangan Calon dari Partai Politik atau Gabungan Partai Politik, meliputi: a. Keputusan Pimpinan Partai Politik tingkat pusat tentang persetujuan Bakal Pasangan Calon menggunakan formulir Model B.1-KWK Parpol; b. surat pernyataan kesepakatan antar Partai Politik yang bergabung untuk mengusulkan Pasangan Calon menggunakan formulir Model B.2-KWK Parpol; c. surat pernyataan kesepakatan antara Partai Politik atau Gabungan Partai Politik dengan Pasangan Calon untuk mengikuti proses Pemilihan menggunakan formulir Model B.3-KWK Parpol; d. surat pernyataan bermaterai cukup yang menyatakan visi, misi, dan program Pasangan Calon sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah, ditandatangani oleh Pimpinan Partai Politik atau Gabungan Partai Politik menggunakan formulir Model B.4-KWK Parpol; dan e. dokumen administrasi persyaratan calon.
Penetapan Pasangan Calon Menurut Regulasi
Sesuai Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 5 Tahun 2020 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pilkada 2020, Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Kolaka Timur pada tanggal 23-24 September 2020 yang lalu telah menetapkan dan melakukan pengundian nomor urut Pasangan Calon dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kolaka Timur Tahun 2020, atas nama Pasangan Calon Tony Herbiansah dan Baharuddin sebagai Pasangan Calon Nomor Urut 1 (BersaTU) dan Pasangan Calon Samsul Bahri Madjid dan Andi Merya Nur sebagai Pasangan Calon Nomor Urut 2 (SBM).
Setelah penetapan dan pengundian nomor urut Pasangan Calon dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kolaka Timur Tahun 2020, kubu dari Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kolaka Timur Nomor urut 2 (dua) dengan akronim SBM (Samsul Bersama Merya) memprotes atau keberatan dengan Surat Keputusan Nomor 91/PL.02.3-Kpt/7411/KPU-KAB/IX/2020 tentang Penetapan Nomor Urut dan Daftar Pasangan Calon dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kolaka Timur Tahun 2020, dengan mengajukan gugatan sengketa administrasi pemilihan di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kolaka Timur, dengan dasar seharusnya KPU Koltim tidak menetapkan Paslon Nomor urut 1 (Toni Herbiansah-Baharuddin) sebagai Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kolaka Timur, karena berkas pencalonan atau dokumen yang bersangkutan (Toni Herbiansah) berbeda dengan identitas Kartu Tanda Penduduk Elektronik miliknya sebagaimana diatur dalam Keputusan KPU.
Dasar pedoman KPU dalam tahapan pendaftaran bakal pasangan calon merujuk pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 1 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota dan Surat Keputusan KPU Nomor 394/PL.02.2-Kpt/06/KPU/VIII/2020 tentang Pedoman Teknis Pendaftaran, Penelitian dan Perbaikan Dokumen Persyaratan, Penetapan, serta Pengundian Nomor Urut Pasangan Calon dalam Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, sebagai standart acuan dalam melakukan pemeriksaan dan penelitian dokumen syarat calon dan pesyaratan pencalonan dari bakal pasangan calon.
Proses pendaftaran pasangan calon dimulai tanggal 4-6 September 2020 lalu, sesuai Keputusan KPU Nomor 394/PL.02.2-Kpt/06/KPU/VIII/2020, salah satu tugas KPU dalam menerima dokumen persyaratan pencalonan dan syarat calon, yaitu dengan meneliti pemenuhan kelengkapan dan keabsahan persyaratan pencalonan dari masing-masing bakal pasangan calon yang mendaftarkan diri di KPU. dalam pemeriksaan dokumen Bakal Pasangan Calon (Bapaslon), indikator Pemenuhan kelengkapan dan keabsahan persyaratan pencalonan dari Bapaslon yang diajukan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik, meliputi materi penelitian dan indikator keabsahan dokumen persyaratan pencalonan bagi bakal pasangan calon yang diusulkan partai politik atau gabungan partai politik.
Dokumen persyaratan pencalonan dari Bakal Pasangan Calon yang telah mendaftar kemudian diteliti pemenuhan kelengkapan dan keabsahan dokumen persyaratan pencalonan Bakal Pasangan Calon yang diajukan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik meliputi:
- Formulir Model B-KWK Parpol a. Kesesuaian Format Formulir Model B-KWK Parpol dengan ketentuan Peraturan KPU tentang Pencalonan Pemilihan. Dalam hal terdapat perbedaan format antara Formulir Model B-KWK Parpol yang diserahkan Bakal Pasangan Calon dengan Formulir yang tercantum dalam Peraturan KPU tentang Pencalonan Pemilihan, dokumen dapat diterima sepanjang substansinya sesuai dengan Formulir Model B-KWK Parpol sudah tercantum, yaitu memuat: 1) Nama Bakal Pasangan Calon; 2) Nama Partai Politik Pengusul serta jumlah kursi/suara; 3) Isi pernyataan; serta 4) Tanda tangan Bakal Pasangan Calon dan Pimpinan Partai Politik; b. Pengurus Partai Politik sesuai tingkatannya yang menandatangani Formulir Model B-KWK Parpol. Ditandatangani oleh Ketua/nama lain dan Sekretaris/nama lain sesuai salinan keputusan tentang Kepengurusan Partai Politik atau pejabat yang diberi mandat berdasarkan AD/ART sesuai tingkatannya dengan tanda tangan asli dan cap basah; c. Nama Bakal Pasangan Calon. Nama Bakal Pasangan Calon harus sesuai fotokopi KTP Elektronik; d. Daerah Pemilihan harus sesuai dengan jenis pemilihannya; e. Materai yang dicantumkan dalam Formulir Model B-KWK Parpol. Terdapat materai pada salah satu tanda tangan pengurus setiap Partai Politik yang mengusulkan Bakal Pasangan Calon;
- Formulir Model B.1-KWK Parpol a. Kesesuaian Format Formulir Model B.1-KWK Parpol dengan ketentuan Peraturan KPU mengenai Pencalonan Pemilihan. Dalam hal terdapat perbedaan format antara Formulir Model B.1-KWK Parpol yang diserahkan Bakal Pasangan Calon dengan Formulir yang tercantum dalam Peraturan KPU tentang Pencalonan Pemilihan, dapat diterima sepanjang substansinya sesuai dengan Formulir Model B.1-KWK sudah tercantum, yaitu: 1) Nama Bakal Pasangan Calon; 2) Daerah Pemilihan; 3) Isi pernyataan; 4) Nama dan Tanda Tangan Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Partai Politik Tingkat Pusat; b. Pengurus Partai Politik Tingkat Pusat yang menandatangani Formulir Model B.1-KWK Parpol Ditandatangani oleh Ketua Umum/nama lain dan Sekretaris Jenderal/nama lain sesuai salinan Keputusan Menteri tentang Kepengurusan Partai Politik Tingkat Pusat atau pejabat yang diberi mandat berdasarkan AD/ART sesuai tingkatannya dengan tanda tangan asli dan dibubuhkan cap basah. Keputusan Menteri tentang Kepengurusan Partai Politik Tingkat Pusat yang menjadi pedoman dalam melakukan verifikasi formulir Model B.1-KWK Parpol sesuai dengan keputusan Menteri yang diterima KPU dan diunggah di laman KPU; c. Nama Bakal Pasangan Calon dan Daerah Pemilihan. Nama bakal calon dan harus sesuai dengan KTP Elektronik; d. Nama Daerah Pemilihan sesuai dengan jenis pemilihannya; e. Materai yang ditempelkan dalam Formulir Model B.1-KWK Parpol. Terdapat materai pada salah satu tanda tangan pengurus Partai Politik;
- Keputusan Pimpinan Partai Politik Tingkat Pusat tentang Kepengurusan Partai Politik tingkat provinsi (untuk Bakal Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur) Keputusan Pimpinan Partai Politik Tingkat Pusat atau Provinsi tentang kepengurusan Partai Politik tingkat kabupaten/ kota sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Politik yang bersangkutan untuk Bakal Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota; a. Pemberian legalisir salinan Keputusan tentang Kepengurusan Partai Politik. Terdapat legalisir pada salinan Keputusan tentang Kepengurusan Partai Politik oleh pejabat yang berwenang; b. Salinan Keputusan tentang Kepengurusan Partai Politik sesuai dengan kepengurusan yang sah sesuai dengan tingkatannya, yang berdasarkan salinan keputusan kepengurusan Partai Politik yang diunggah di laman KPU. Salinan Keputusan tentang Kepengurusan Partai Politik yang diberikan oleh Partai Politik sesuai dengan keputusan tentang Keputusan Partai Politik yang sah, sebagaimana tercantum di dalam laman KPU; c. Dalam hal salinan tersebut berupa hasil pindai dikarenakan pengiriman dokumen dari Pengurus Tingkat Pusat masih dalam proses, dapat diterima sepanjang terdapat pernyataan bahwa dokumen aslinya akan tetap dikirim dan diserahkan kepada KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/ Kota.
KPU Kolaka Timur mengumumkan pendaftaran pasangan calon pada tanggal 28 Agustus 2020 s.d tanggal 3 September 2020 dan membuka pendaftaran Pasangan calon pada tanggal 4 s.d 6 September 2020 Sesuai Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 5 Tahun 2020 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pilkada 2020, dan pada tanggal 5 September 2020 Bakal Pasangan Calon (Bapaslon) atas nama Tony Herbiansah-Baharuddin (BersaTU) mendaftar di KPU Kolaka Timur. Kemudian KPU menerima berkas dokumen Pencalonan Bapaslon (BersaTU), dalam penyerahan berkas pendaftaran tersebut, salah satu dokumen persyaratan pencalonan yang bersangkutan yaitu Formulir Model B.1-KWK Parpol atau Keputusan Pimpinan Partai Politik tingkat pusat tentang persetujuan Bakal Pasangan Calon terdapat perbedaan atau tidak sesuai dengan identitas Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) dari yang bersangkutan (Tony Herbiansah), sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan KPU Nomor 394 Tahun 2020, dimana dalam meneliti dokumen Bakal pasangan calon indikator keabsahan dari dokumen, Nama Bakal Calon Harus sesuai dengan KTP Elektronik. Tetapi kemudian KPU tetap menerima berkas dokumen pendaftaran dan memberikan Formulir Model T.T-1 KWK (Tanda Terima). Dimana seharusnya KPU setelah menerima dokumen dan melakukan verifikasi syarat pencalonan, ketika dokumen persyaratan pencalonan dan persyaratan calon ada yang tidak lengkap atau tidak sah, maka KPU harus mengembalikan seluruh dokumen pencalonan kepada Partai Politik atau Bakal Pasangan Calon untuk dilengkapi dan dilakukan perbaikan dengan memberikan Formulir Tanda Pengembalian kepada Partai Politik atau Bakal Pasangan Calon dalam masa pendaftaran sampai dengan sebelum berakhirnya masa pendaftaran, sesuai ketentuan Keputusan KPU Nomor 394 Tahun 2020 pada halaman 21 dan halaman 40.
Kalaupun KPU Koltim tetap menerima berkas dokumen pencalonan Bakal pasangan calon (Bapaslon) BersaTU yang tidak lengkap atau tidak sesuai dengan identitas e-KTP, maka KPU melanjutkannya dengan melakukan penelitian administasi atau verifikasi syarat calon yang dimulai tanggal 6-12 September 2020, seharusnya dalam verifikasi syarat calon tersebut sudah dapat diketahui dokumen apa saja yang tidak lengkap dan tidak sah sesuai dengan indikator keabsahan dalam pemeriksaan dokumen yang telah disyaratkan dalam pedoman teknis KPU. Dan KPU secara tahapan, setelah melakukan pemeriksaan memberitahukan kepada Bapaslon melalui Penghubung (LO) Parpol Pengusung tentang hasil Verifikasi pada tanggal 13-14 September 2020 dan Bapaslon diberi waktu 3 (tiga) hari dimulai tanggal 14-16 September 2020 untuk melakukan perbaikan dan menyerahkan Dokumen perbaikan syarat Calon, setelah itu KPU kembali akan melakukan Verifikasi Dokumen perbaikan syarat calon pada tanggal 16-22 September 2020 sebelum akhirnya KPU menetapkan Pasangan Calon tanggal 23 September 2020.
Atas penetapan tersebut, sehingga Pasangan Calon Nomor urut 2 (SBM) melakukan protes atau keberatan atas keputusan KPU Koltim, saya kira Paslon SBM bukan mempermasalahkan soal ditetapkannya Paslon Nomor urut 1 (BersaTU) sebagai Peserta Pemilihan, tetapi Paslon Nomor urut 2 memprotes dan keberatan atas proses verifikasi syarat calon yang dilakukan KPU yang diduga tidak profesional dan melenceng dari pedoman teknis dalam memeriksa dokumen Bapaslon BersaTU, dimana KPU harusnya mengembalikan terlebih dahulu Dokumen Bapaslon/Paslon Nomor urut 1 dengan memberikan status TMS (Tidak Memenuhi Syarat) dilembar ceklis/kontrol kelengkapan dokumen untuk dilakukan perbaikan sebelum KPU menetapkannya sebagai Pasangan Calon karena ada dokumen yang tidak sesuai dengan e-KTP, artinya bahwa KPU tidak boleh menetapkan Pasangan calon sebelum benar-benar memastikan dokumen persyaratan pencalonan Bakal pasangan calon tersebut lengkap dan sah.
Sebenarnya jika KPU Kolaka Timur memahami dan menguasai Regulasi dengan baik dan tuntas khususnya terkait Peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota dan Keputusan KPU Nomor 394/PL.02.2-Kpt/06/KPU/VIII/2020 tentang Pedoman Teknis Pendaftaran, Penelitian dan Perbaikan Dokumen Persyaratan, Penetapan, serta Pengundian Nomor Urut Pasangan Calon dalam Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, maka saya kira tidak akan ada kesalahan atau kekeliruan secara teknis penyelenggaraan dalam pendaftaran Bakal pasangan calon yang dilakukan tanggal 4-6 September 2020 lalu, maupun keberatan atau protes dari Peserta pemilihan dalam hal ini yang dilakukan Pasangan Calon Nomor urut 2 (SBM).
Penetapan Paslon Nomor urut 1 (BersaTU)) bukan karena adanya dugaan permainan” yang dilakukan dari Bakal Pasangan Calon kepada KPU Koltim, namun kalau melihat dari sisi regulasi yang ada dan pedoman teknis pendaftaran dan penelitian, murni adalah kelalaian, ketidakcermatan dan ketidaktelitian dari KPU itu sendiri dalam memeriksa dan meneliti keabsahan dokumen pada saat pendaftaran Bakal pasangan calon (Bapaslon), karena yang lebih mengetahui soal keabsahan dokumen yaitu KPU secara teknis, Bapaslon hanya melengkapi dan menyerahkan dokumen pendaftarannya, soal lengkap, sah dan tidak sahnya suatu dokumen pencalonan menjadi domain KPU. Bapaslon akan mengetahui kekurangan dokumennya ketika KPU telah memeriksa dan memberikan informasi yang akurat dan benar atas hasil verifikasi yang dilakukan KPU.
Dengan tidak profesionalnya KPU dalam memeriksa dan meneliti dokumen Bakal pasangan calon, dapat menimbulkan Konsekuensi logis yang dapat dialami oleh Pasangan Calon nomor urut 1 (BersaTU) baik kerugian materil maupun kehilangan hak politik Bapaslon untuk berkontestasi dalam Pilkada, karena dapat saja di Diskualifikasi ketika Pelaporan Paslon Nomor urut 2 (SBM) di Register atau diproses oleh Bawaslu dan menghasilkan Rekomendasi, sehingga Paslon Nomor urut 1 (BersaTU) meski dokumen pencalonannya mendapatkan status MS (Memenuhi Syarat) dan telah ditetapkan sebagai Pasangan calon oleh KPU, dapat saja melaporkan KPU Koltim ke DKPP sehingga kesan negatif adanya dugaan permainan” atas penetapan KPU itu dapat terbantahkan. Begitu juga sebaliknya dengan Paslon Nomor urut 2 (SBM), dapat pula melaporkan KPU Koltim ke DKPP karena KPU diduga tidak profesional, tidak memberikan kepastian hukum dan tidak prosedural dalam memeriksa dokumen pencalonan, sehingga Paslon Nomor urut 2 (SBM) merasa kepentingannya atau haknya sebagai Peserta pemilihan dirugikan secara langsung atas tidak profesionalnya KPU dalam menjalankan tugas penyelenggaraan, karena menetapkan Paslon Nomor urut 1 (BersaTU) sebagai Peserta pemilihan yang seharusnya melewati proses perbaikan dokumen. Saya kira KPU Koltim harus diuji integritas dan independensinya dan kinerjanya melalui forum etik di DKPP.
Upaya Hukum: Sengketa administrasi, Etik dan Tindak Pidana Pemilihan
Peserta pemilihan baik Paslon Nomor urut 1 (BersaTU) dan Paslon Nomor urut 2 (SBM) dan semua pihak dapat memanfaatkan ruang atau saluran yang disediakan oleh undang-undang untuk melakukan keberatan dan pelaporan dengan melaporkan KPU Koltim di Bawaslu, DKPP dan Kepolisian. Materi pelaporan tersebut baik Sengketa tata usaha negara dengan terlebih dahulu melalui upaya administrasi di Bawaslu karena adanya dugaan pelanggaran administrasi pemilihan yang dilakukan oleh KPU Kolaka Timur sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pilkada, dalam Pasal 134, 135, 138 dan Pasal 142, dan Peraturan Bawaslu Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penyelesaian Sengketa Pilkada pada Pasal 4 ayat (1) disebutkan Sengketa Pemilihan terjadi akibat dikeluarkannya keputusan KPU Provinsi atau keputusan KPU Kabupaten/Kota yang menyebabkan hak peserta Pemilihan dirugikan secara langsung, ayat (2) Sengketa Pemilihan terjadi akibat tindakan peserta Pemilihan yang menyebabkan hak peserta Pemilihan lainnya dirugikan secara langsung.
Laporan ke DKPP atas dugaan pelanggaran kode etik, asas dan prinsip Penyelenggara Pemilu di DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) karena tidak profesionalnya KPU dalam menjalankan tugas sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1), (2) dan ayat (3) Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017, Pasal 135 ayat (1) huruf a, dan Pasal 136 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pilkada.
KPU Koltim patut diduga melakukan Tindak Pidana Pemilihan sesuai ketentuan Pasal 135 (1) huruf d, dan ayat (2), atas pelanggaran Pasal 181 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, dimana disebutkan Setiap orang yang dengan sengaja dan mengetahui bahwa suatu surat adalah tidak sah atau dipalsukan dipidana paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp. 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp. 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah). Laporan pelanggaran tindak pidana Pemilihan diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada Bab XIX (Penanganan Laporan Pelanggaran Pemilihan) dan Bab XX Pelanggaran Kode Etik, Pelanggaran Administrasi, Penyelesaian Sengketa, Tindak Pidana Pemilihan, Sengketa Tata Usaha Negara, Dan Perselisihan Hasil Pemilihan. Pelanggaran diselesaikan melalui Bawaslu/Panwaslu sebagai lembaga yang memiliki kewenangan melakukan pengawasan terhadap setiap tahapan pelaksanaan pemilu. Dalam proses pengawasan tersebut, Bawaslu dapat menerima laporan, melakukan kajian atas laporan dan temuan adanya dugaan pelanggaran, dan meneruskan temuan dan laporan dimaksud kepada institusi yang berwenang.
Bahwa polemik yang terjadi dalam tahapan penyelenggaraan Pilkada Koltim 2020, bukan soal mendukung atau tidak mendukung, atau lolos tidak lolosnya calon peserta pemilihan dan suka atau tidak suka terhadap salah satu Pasangan Calon Kepala daerah, namun bagaimana semua pihak khususnya Penyelenggara baik KPU dan Bawaslu dalam menjalankan amanah dan menyikapi setiap persoalan yang berkenan dengan tahapan penyelenggaraan pemilihan, agar mendudukan segala polemik atau dinamika dengan menjunjung tinggi aturan main dalam Pemilihan yaitu Undang-undang dan segala Peraturan turunannya. Jika undang-undang lebih dikedepankan dan dijunjung tinggi, maka saya kira polemik atau gejolak dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pilkada akan dapat diminimalisir bahkan nihil terjadi, tetapi kalau aturan diabaikan tidak dipedomani, maka akan terjadi gejolak dan dinamika seperti saat ini yang dapat mempengaruhi stabilitas dalam tahapan Pilkada dan juga akan mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat dan khususnya peserta pemilihan kepada KPU sebagai Penyelenggara Pemilihan.
Semoga harapan kita bersama untuk mewujudkan Pemilihan kepala daerah kabupaten Kolaka Timur Tahun 2020 yang berintegritas dan bermartabat dapat terwujud dengan komitmen bersama semua pihak agar seluruh proses tahapan penyelenggaraan Pilkada dapat berjalan kondusif, tertib dan damai sesuai dengan asas penyelenggaraan pemilihan, langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, sehingga lahir pemimpin yang amanah dan dapat mensejahterakan rakyatnya”.
Penulis adalah Ketua Presidium Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Kolaka Timur.