
Oleh : Muhammad Hakim Rianta
Bulan Agustus yang lalu saya menulis sebuah opini tentang hari kemerdekaan dengan judul “Di Balik Tujuh Puluh Lima Tahun Indonesia Merdeka” dalam opini tersebut saya berulang kali menegaskan bahwa sebenarnya esensi dari kemerdekaan itu belum sepenuhnya kita raih. Opini tersebut tentunya berangkat dari kondisi realitas yang kita saksikan selama ini di sekitar kita. Oleh karena itu, saya katakan bahwa perlu ada atensi khusus kita sebagai generasi muda untuk memikirkan kembali cita-cita kemerdekaan negara ini.
Pada dasarnya generasi muda merupakan suatu aset yang sangat berharga bagi perkembangan bangsa, di tangan para generasi muda pula masa depan bangsa ini diserahkan, maka keberhasilan dan progresivitas bangsa pada masa yang akan datang itu tercermin dari perilaku dan kualitas generasi mudanya saat ini.
28 Oktober 2020 menjadi momentum luar biasa untuk merefleksi peran generasi muda sejak puluhan tahun silam, tentu jika kita melihat jejak historis gerakan-gerakan perubahan bangsa tidak terlepas dari inisiasi generasi muda dalam menghendaki perbaikan kondisi bangsa. Sumpah pemuda menjadi awal timbulnya rasa persatuan untuk lepas dari berbagai macam bentuk penjajahan, berlanjut pada masa menjelang proklamasi dengan agenda “rengasdengklok”dan puncaknya adalah reformasi tahun 1998.
Gerakan-gerakan generasi muda itu pun berlanjut hingga masa sekarang; terlihat dari berbagai macam reaksi penolakan terhadap peraturan-peraturan sampai pada kebijakan yang dinilai tidak pro rakyat. Rangkaian peristiwa itu cukup menjawab pertanyaan tentang eksistensi generasi muda sebagai agen perubahan dan kontrol sosial dalam bernegara.
Namun, saat ini tidak dapat kita pungkiri bahwa kualitas generasi muda kita kian tergerus oleh hal-hal yang negatif, mulai banyak kita melihat para generasi muda yang seakan apatis terhadap kondisi bangsa bahkan parahnya mereka ikut dalam tindakan-tindakan kriminal.
Melihat kondisi demikian tentu menimbulkan beragam pertanyaan dari sebagian orang yang peduli, sebenarnya kenapa sampai terjadi pergeseran moral dikalangan generasi muda? Dan beragam jenis pertanyaan lain yang pada dasarnya sama yakni menyayangkan kondisi para aset berharga bangsa ini yang jauh dari cita dan prinsip idealistisnya sebagai pengisi tongkat estafet kepemimpinan bangsa ke depan.
Dalam berbagai literatur yang saya baca selalu saja saya menjumpai jawaban mayoritas yakni akibat dari pergaulan bebas, dampak negatif globalisasi, pergeseran pendidikan moral dan lain sebagainya. Tanpa kita sadari ada satu hal yang paling krusial yakni hilangnya penghayatan terhadap Sumpah Pemuda yang sudah digaungkan sejak 92 tahun yang lalu.
Desakralisasi terhadap nilai-nilai Sumpah Pemuda oleh generasi muda menjadi satu problem yang dahsyat jika terus menerus dibiarkan apalagi sampai dilazimkan sebagai jawaban atas perkembangan zaman yang kian modern. Sebagai contoh penggunaan kata-kata gaul yang diserap dari berbagai bahasa asing, sekilas itu menjadi hal lumrah dikalangan para generasi muda dalam mengikuti trend, akan tetapi jika kita telaah secara filosifis itu sudah keluar dari nilai yang terkandung dalam Sumpah Pemuda yakni menjujung tinggi Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
Di sisi lain, tidak sedikit dari generasi muda yang bahkan tidak tahu dan tidak hafal isi dari Sumpah Pemuda meskipun selalu kita peringati setiap tahunnya sebagai hari penting lahirnya rasa persatuan sebagai bangsa. Hal demikian menjadi masalah baru, bagaimana kemudian untuk menanamkan penghayatan terhadap sakralnya isi Sumpah Pemuda jika kita sendiri bahkan tidak tahu isi dari Sumpah Pemuda tersebut.
Maka dari itu saya menilai bahwa perlunya upaya intensif dari berbagai elemen bangsa untuk bahu membahu terus mengingatkan kepada para generasi muda akan pentingnya penghayatan nilai-nilai yang terkandung dalam Sumpah Pemuda. Di samping itu kita sebagai generasi muda harus memiliki kepekaan dan tanggung jawab moral terhadap sumpah yang sudah diucapkan sebagai kristalisasi eksistensi generasi muda yang peduli dengan perkembangan bangsa.
Di tengah ancaman pandemi Covid-19 yang melanda bangsa kita saat ini, tentunya membutuhkan gagasan konstruktif dari generasi muda untuk melahirkan sebuah konsepsi sistematis dan kritis dalam memberikan solusi terbaik bagi bangsa untuk segera keluar dari ancaman pandemi ini.
Dengan mengaktualisasikan isi dari Sumpah Pemuda sebenarnya sudah cukup menjadi resep ampuh dalam menjawab tantangan pandemi Covid-19. Dalam butir-butir Sumpah Pemuda semua menekankan pada rasa persatuan, jika kita tarik dalam konteks upaya menghadapi ancaman pandemi memang dibutuhkan persatuan yang kuat sebagai landasan fundamennya. Sebab, pandemi ini merupakan masalah bersama yang tidak bisa diselesaikan oleh satu pihak saja.
Oleh sebab itu, lewat tulisan ini saya mengajak kepada seluruh generasi muda yang akan menjadi bagian dari generasi emas 2045 kedepannya, untuk mari kita jadikan momentum hari sumpah pemuda ini dengan pengahayatan isi Sumpah Pemuda dan sebagai sarana memperkuat rasa persatuan dan kesatuan bangsa. Khususnya dalam menghadapi tantangan pandemi Covid-19 dan tantangan bangsa kedepannya untuk menjemput Indonesia maju di masa yang akan datang.