
Buranga, Inilahsultra.com – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Buton Utara (Butur) meminta kepada seluruh pengawas lapangan untuk memantau secara ketat proses pemungutan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada 9 Desember 2020 mendatang. Hal itu untuk menghindari terjadinya proses Pemungutan Suara Ulang (PSU).
Ketua Bawaslu Butur Hazamuddin mengatakan, pengawas lapangan harus memastikan wajib pilih yang datang menyalurkan hak pilihnya benar-benar adalah warga Kabupaten Butur yang mengantongi Kartu Tanda Penduduk (KTP).
“Pastikan setiap pemilih membawa KTP atau Surat Keterangan dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Kalau tidak ada KTP jangan diperbolehkan untuk memilih sekalipun memiliki surat undangan dan terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT),” kata Hazamuddin di kediamannya, Jumat 4 Desember 2020.
“Kalau punya KTP atau Surat Keterangan, sekalipun tidak punya surat undangan maupun tidak terdaftar dalam DPT itu dibolehkan untuk memilih,” tambahnya.
Jika ada warga yang datang memilih dan tidak mampu menunjukkan KTP, terang dia, maka sangat berpotensi terjadinya Pemungutan Suara Ulang (PSU). Sehingga pengawas lapangan harus benar-benar mengawasi proses pemungutan suara nantinya.
“Kalau sampai terjadi ada warga yang datang memilih tidak memiliki KTP, potensi untuk dilakukan PSU sangat memungkinkan,” tandasnya.
Olehnya itu, Hazamuddin meminta kepada seluruh warga agar ikut mengawasi setiap oknum yang mengumpulkan KTP. Apalagi pengumpulan KTP tersebut dengan iming-iming akan diberikan sesuatu.
“Jangan sampai pada hari H pemilihan, warga tidak memiliki KTP,” tuturnya.
Hazamuddin menjelaskan, jika ada oknum menghilangkan KTP orang lain atau sengaja agar warga tidak menyalurkan hak pilihnya, maka itu adalah perbuatan pidana. Pasalnya, oknum tersebut sengaja menghilangkan hak orang lain untuk memilih.
“Saya minta kepada warga kalau ada kejadian seperti itu agar dilaporkan ke Bawaslu agar kita proses,” pintanya.
Bukan hanya itu, Hazamuddin juga meminta kepada seluruh lapisan masyarakat agar ikut mengawasi terjadinya politik uang. Jika ada kejadian tersebut agar secepatnya dilaporkan ke Bawaslu.
Memang, kata dia, warga masih ragu-ragu melaporkan terjadinya politik uang. Sehingga Bawaslu akan menggunakan sistem ‘jemput bola’ jika ada penyampaian mengenai politik uang.
“Mungkin warga takut datang melapor ke Bawaslu. Makanya warga cukup sampaikan melalui telepon atau melalui pengawas lapangan biar kami dari Bawaslu yang turun temui warga yang ingin melaporkan terjadinya politik uang. Ini sangat berbahaya bagi sistem demokrasi kita,” tandasnya.
Editor: Din