Kendari, Inilahsultra.com – Kematian Pegawai Balai Pemasyarakatan Kelas II Baubau, Israwati (30) dianggap pihak keluarga tidak wajar, terlebih disebutkan ada beberapa luka lebam pada bagian tubuhnya.
Jenazah almarhumah diantar dari Baubau menuju ke rumah duka di Kelurahan Lalodati, Kecamatan Puuwatu, Kota Kendari. Saat jenazah akan dimandikan, pihak keluarga menemukan ada beberapa luka lebam di tubuh almarhum.
Keluarga pun curiga bahwa almarhum meninggal diduga karena kekerasan fisik.
Saat ditemui awak media, kakak korban Yawaluddin (40) mengatakan, atas kecurigaan itu, keluarga keberatan dan mengadukan ke Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra). Pihak keluarga juga sudah mengajukan permohonan untuk dilakukan autopsi mayat korban.
“Agar pihak keluarga mengetahui secara pasti penyebab kematiannya,” ucap Yawaluddin, Kamis, 21 Januari 2021.
Yawaluddin menceritakan, pada Kamis 1 Oktober 2020 sekira pukul 09.00 WITa, pihaknya mendapat kabar melalui telepon dari suami korban bahwa Israwati masuk Rumah Sakit Siloam Baubau.
“Saya sempat bertanya kepada ipar saya (suami almarhum), apakah adik saya sakit?”. Ipar saya menjawab, bahwa adik saya tiba-tiba terjatuh dan tidak sadarkan diri serta mengeluarkan air kencing setelah terbangun,” ucap Yawaluddin mengulang percakapannya dengan suami adiknya.
Lanjutnya, menurut suami korban saat itu, sempat memegang denyut nadi Israwati. Namun, tidak ada. Lalu ia meminta bantuan kepada tetangga (pekerja bangunan rumah) untuk diangkat ke mobil, dibawa di RS Siloam.
“Mendengar kabar itu, sekira pukul 12.00 WITa, saya bersama mama berangkat ke Baubau,” sambungnya.
Setibanya di pelabuhan Baubau, langsung dijemput dan diantar ke Rumah Dinas, tempat Israwati tinggal yang terletak di Jalan Kelapa, Kelurahan Wangkanapi, Baubau.
“Beberapa saat kemudian suami Israwati (suami adiknya) datang menjemput untuk bersama-sama ke RS Siloam. Setelah tiba di RS Siloam, saya tidak diizinkan masuk untuk melihat adik saya di ruang IGD dengan alasan belum waktu jam besuk,” ujarnya.
Kakak almarhum Israwati mengaku, selama berkunjung di RS Siloam bersama Ibunya dan satu saudara perempuannya, sejak 1-4 Oktober 2020, tidak diizinkan oleh suami almarhum untuk masuk melihat kondisi Israwati.
“Kami tidak diizinkan masuk oleh suami almarhum adik saya dari IGD maupun setelah dibawa di ruang ICU. Suami almarhum beralasan, hanya satu orang yang bisa temani pasien. Itupun hanya diberi waktu 5 menit,” tuturnya.
Tak hanya itu, adik perempuannya yang saat itu datang bersama suaminya untuk menjenguk Israwati di RS Siloam tidak diizinkan oleh suami Israwati, dengan alasan pembesuk harus mengantongi rapid test.
“Selama adik saya Israwati dirawat di RS Siloam Baubau ibu saya, adik laki-laki dan dua adik perempuan serta dua orang iparku tidak diperbolehkan masuk menjenguk (dilarang) oleh suami almarhum Israwati,” katanya.
Lalu, Kamis 8 Oktober 2020, tiba-tiba ditelepon oleh suami Israwati bahwa kondisinya sudah kritis dan meninggal dunia. Seketika itu ia disuruh masuk di ruang ICU RS Siloam tanpa harus mengantongi rapid test.
“Sampai hari ini kami pihak keluarga almarhumah Israwati belum memperoleh fisik resume medis dari pihak RS Siloam yang dipegang oleh suami almarhum Israwati,” ungkapnya.
Atas kejanggalan itu, pihak keluarga merasa keberatan, sehingga membuat laporan pengaduan di Polda Sultra untuk ditindaklanjuti oleh pihak kepolisian.
“Dalam aduan tersebut, kami melampirkan foto-foto dugaan kekerasan fisik terhadap adik saya almarhumah Israwati,” harapnya.
Selain itu, pihak keluarga mengajukan permohonan permintaan autopsi Forensik atas kematian Israwati karena keluarga menduga Israwati meninggal dengan tidak wajar (dibunuh).
Dikonfirmasi terpisah, Kasubbid Penmas Polda Sultra, Kompol Dolfi Kumaseh membenarkan aduan tersebut.
“Ya, ada laporan aduan itu. Saat ini kasih penyelidikan,” ucap Dolfi saat dikonfirmasi Inilahsultra.com, Jumat 22 Januari 2021 dini hari.
Sejauh ini, sudah enam orang saksi sudah diperiksa. Salah satunya, dokter di Rumah Sakit Siloam. Nantinya, kata Dolfi, akan dilakukan gelar perkara untuk menentukan apakah penyelidikan akan ditingkatkan ke penyidikan.
“Setelah naik status dari penyelidikan ke penyidikan, baru akan dilakukan outopsi,” pungkasnya.
Penulis : Onno