Putusan MK PHP Pilkada Muna : Permohonan Rajiun-La Pili Tidak Dapat Diterima

Kuasa hukum pihak terkait Muh Rizal Hadju saat mengikuti sidang virtual putusan PHP Pilkada Muna. (Istimewa)
Bacakan

Kendari, Inilahsultra.com – Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya mengeluarkan putusan atas perkara Nomor 53/PHP-BUP-XIX/2021, tentang perselisihan hasil pemilihan (PHP) Pilkada Muna, Selasa, 16 Februari 2021 pukul 16.00 WIB.

Perselisihan hasil pemilihan ini diajukan oleh pemohon LM Rajiun Tumada-La Pili dengan termohon adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU) Muna. Sementara pihak terkait adalah pasangan LM Rusman Emba-Bachrun Labuta dan pemberi keterangan dari Bawaslu Muna.

Dalam putusan yang dibacakan Hakim Konstitusi Anwar Usman menyatakan, eksepsi termohon dan pihak terkait berkenaan dengan kedudukan hukum pemohon beralasan menurut hukum.

-Advertisement-

Majelis juga menyatakan pemohon tidak memiliki legal standing atau kedudukan hukum.

“Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima,” kata Anwar Usman saat membacakan putusan PHP Pilkada Muna.

Sementara itu, kuasa hukum pihak terkait pasangan LM Rusman Emba-Bachrun Labuta, Muh Rizal Hadju menyebut, permohonan pemohon tidak dapat diterima karena tidak memiliki legal standing.

“Eksepsi kami diterima,” katanya.

Sebelumnya, Rizal Hadju sudah memprediksi bahwa MK akan memutus perkara ini niet ontvankelijke verklaard atau yang biasa disebut sebagai putusan NO, merupakan putusan yang menyatakan bahwa gugatan tidak dapat diterima karena mengandung cacat formil.

“Kami yakin, eksepsi kami diterima dan tak dapat menerima permohonan pemohon,” kata kuasa hukum Rusman-Bachrun, Rizal Hadju saat dihubungi, Jumat 12 Februari 2021.

Ia menjelaskan, berdasarkan penetapan hasil penghitungan suara, Pemohon memperoleh suara sebanyak  55.980 suara, sedangkan Paslon Nomor Urut 1 La Ode Muhammad Rusman Emba dan Bachrun (Pihak Terkait) memperoleh 64.122 suara.

Namun, berdasarkan dalil permohonan pemohon, tidak sama sekali mengajukan keberatan atas hasil perolehan suara tersebut dengan selisih suara yang terpaut 8.142 suara.

Bahwa objek perkara yang dapat diperiksa oleh Mahkamah Konstitusi sebagaimana diatur di dalam Pasal 156 ayat (1) dan (2) dan Pasal 157 ayat (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 adalah mengenai penetapan perolehan suara hasil pemilihan.

Ia juga menyebut, di dalam perbaikan permohonan pemohon, tidak ada satupun dalil pemohon yang mempermasalahkan terkait keputusan KPU Nomor 788 tentang penetapan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan hasil pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Muna Tahun 2020 tertanggal 16 Desember 2020.

“Berdasarkan yurispudensi, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PHP.GUB-XIV/2018 yang menyatakan perselisihan yang dibawa ke Mahkamah Konstitusi untuk diperiksa dan diadili betul-betul merupakan perselisihan yang menyangkut penetapan hasil penghitungan perolehan suara bukan sengketa atau perselisihan lain yang telah ditentukan menjadi kewenangan lembaga lain,” jelas Rizal.

Ia juga menilai, kedudukan hukum atau legal standing pemohon tidak memenuhi syarat untuk mengajukan permohonan dalam perkara ini. Sebab, berdasarkan Pasal 158 ayat (2) huruf A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, untuk dapat mengajukan permohonan dengan jumlah penduduk di bawah 250 ribu maka selisih suara 2 persen.

Berdasarkan Keputusan KPU Nomor 788, selisih perolehan suara antara pemohon pasangan calon Nomor Urut 02 dengan pasangan calon Nomor Urut 01 adalah sebesar=8.142 suara atau 6,8 persen. Maka permohonan pemohon tidak memenuhi syarat formil pengajuan permohonan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 158 ayat (2) huruf A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.

“Untuk itu, Mahkamah Konstitusi tidak berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara perselisihan penetapan perolehan suara hasil pemilihan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Muna Tahun 2020, yang diajukan oleh Pemohon,” bebernya.

Mengenai dalil pemohon terkait perbedaan nama di dalam Ijazah dan Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) SMA dengan e-KTP calon Bupati La Ode Muhammad Rusman Emba, Termohon telah melakukan tindakan verifikasi kepada instansi yang mengeluarkan ijazah dan STTB, yaitu SMA Negeri 1 Raha dan Universitas Hasanudin Makasar.

Berdasarkan acara klarifikasi dengan pihak SMU 1 Raha, menjelaskan bahwa La Ode Muhammad Rusman Untung yang tercantum dalam ijazah maupun La Ode Muhammad Rusman Emba yang tercantum dalam e-KTP adalah orang yang sama. Hal itu juga sesuai dengan berita acara dengan Universitas Makassar.

“Jangan lupa lima tahun lalu Mahkamah lah yang memberikan putusan konstitutifnya yang menetapkan pak Rusman sebagai bupati dengan nama yang sama LM Rusman Emba. Jadi persoalan nama sudah selesai. Dan pengakuan negara terhadap pak Rusman telah diakui melalui dokumen negara. KTP-nya terbit, paspornya terbit, bahkan dilantik sebagai anggota DPRD, DPD,” tuturnya.

Sementara itu, Kuasa Hukum LM Rajiun Tumada-La Pili, Andi Syafrani dalam sidang gugatan hasil Pilkada 2020 di MK sebelumnya menyebut, perbedaan penulisan nama secara hukum tidak memiliki konsekuensi dalam artian harus ditetapkan berdasarkan putusan pengadilan.

“Sedangkan perubahan nama menurut ketentuan hukum baik itu dari undang-undang maupun ketentuan yang ditetapkan oleh KPU sebagai syarat dalam proses pencalonan. Mensyaratkan adanya ketetapan pengadilan,” kata Andi dikutip dari akun Youtube Mahkamah Konstitusi.

Oleh karena itu, pihaknya menganggap hal tersebut adalah sebuah cacat hukum bawaan yang berakibat pada cacat hukum hasil Pilkada Muna.

Menurutnya, Muhammad Rusman Untung tanpa diketahui kapan mengubah namanya setelah menuliskan namanya di KTP maupun di berbagai macam dokumen yaitu dengan nama La Ode Muhammad Rusman Emba.

Ia menyampaikan, hal tersebut diketahui belakangan bahwa ada putusan pengadilan yang ditetapkan pada tanggal 24 September tahun 2020. Dimana hal itu satu hari setelah SK termohon tentang penetapan pasangan calon.

“Di dalam putusan pengadilan tersebut barulah diketahui adanya perubahan nama dari La Ode Muhammad Usman Untung menjadi La Ode Muhammad Rusman Emba,” jelas Andi.

Penulis : Haerun

Facebook Comments