Meninggal Tak Wajar, Keluarga Korban Desak Polda Sultra Autopsi Jenazah Pegawai Bapas Baubau

Kakak almarhumah Israwati, Yawaluddin (kiri) bersama kuasa hukummya Anselmus AR. Masiku (tengah) saat memberikan keterangan dihadapan awak media.

Kendari, Inilahsultra.com – Kematian pegawai Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas II Kota Baubau, Israwati (30), belum diketahui penyebabnya dan sampai saat ini masih menjadi misteri.

Keluarga korban mendesak Polda Sultra yang menanggani kasus tersebut, agar segera melakukan autopsi terhadap jenazah Israwati, sebab kematiannya diduga tidak wajar yang dialami ibu dua anak itu.

Kuasa hukum keluarga korban, Anselmus AR. Masiku menilai, pihak Polda Sultra bekerja lamban dalam menangani kasus kematian Israwati yang dianggap keluarga banyak kejanggalan. Pasalnya, korban meninggal pada 8 Oktober 2020, keluarga mengadu dan melaporankan di Polda Sultra pada 12 November 2020 dengan dugaan tindak pidana pembunuhan. Tapi hampir berjalan lima bulan kasus ini belum ada hasil dari pihak kepolisian.

-Advertisement-

“Keluarga sudah mengajukan permintaan autopsi sejak 28 Desember 2020 lalu untuk mengetahui kematian Israwati, karena berdasarkan resume medis Israwati yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit (RS) Siloam Baubau, sebelum meninggal pasien Israwati mengalami perdarahan subdural, perdarahan intraventrikel, dan perdarahan subarachnoid,” kata Anselmus AR. Masiku, Rabu 31 Maret 2021.

Dikutip dari laman halodoc.com, perdarahan subdural atau hematoma subdural biasanya terjadi karena cedera kepala, baik dari kontak fisik olahraga, kecelakaan bermotor maupun terjatuh, terjadi hantaman atau benturan yang cukup kuat mengenai kepala, dan dapat membuat otak bergetar dan terbentur dinding tengkorak, sehingga terjadi perdarahan dalam. Sementara perdarahan intraventrikel bisa terjadi akibat trauma fisik, sedangkan perdarahan subarachnoid disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak karena aneurisma, gangguan pembekuan darah atau cedera kepala berat.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kendari ini menjelaskan, saat jenazah dimandikan, keluarga melihat sejumlah keganjilan pada tubuh Israwati. Seperti di belakang telinga kanan dan bahu bagian kiri serta bagian lainnya mengalami lebam. Sehingga keluarga mencurigai sebelum dilarikan ke rumah sakit, Israwati diduga terlebih dahulu mendapat tindak kekerasan fisik.

“Dugaan itu butuh kepastian, apakah itu dugaan kekerasan atau ada penyebab lain dan untuk mengungkap kematian itu, kita tidak bisa hanya mengamati dari luar. Maka dari itu harus dilakukan autopsi untuk menjawab dugaan rari keluarga korban,” katanya.

Pria biasa disapa Ansel ini mempertanyakan, mengapa pihak Polda Sultra belum mengambulkan permintaan autopsi dari keluarga terhadap jenazah Israwati. Padahal dengan dilakukannya autopsi dapat mengetahui dan menentukan apakah Israwati meninggal wajar atau tidak wajar.

“Jadi penyidik Polda Sultra tidak melakukan autopsi atau berlama-lama, maka menjadi pertanyaan bagi kita selaku kuasa hukum, itu ada apa sebenarnya. Supaya tidak menjadi tanda tanya silahkan Polda Sultra melakukan autopsi, karena keluarga juga sudah mengiyakan,” ujarnya.

Untuk diketahui, Israwati menghembuskan napas terakhir di Rumah Sakit (RS) Siloam Baubau pada 8 Oktober 2020 lalu. Nyawanya tak tertolong setelah sepekan dirawat di ruang ICU. Jenazahnya kemudian dibawa ke rumah duka di Kelurahan Lalodati, Kecamatan Puuwatu, Kota Kendari. Namun, saat jenazah dimandikan, keluarga melihat sejumlah keganjilan pada tubuh almarhumah. Pada belakang telinga kanan dan bahu bagian kiri serta bagian lainnya mengalami lebam.

Atas kejanggalan-kejanggalan tersebut, kakak Israwati, Yawaluddin membuat laporan ke Polda Sultra atas dugaan tindak kekerasan yang menyebabkan kematian pada 12 November 2020 lalu. Dalam laporannya, Yawaluddin juga melampirkan foto-foto dugaan kekerasan fisik almarhumah Israwati.

Laporan itu ditindaklanjuti oleh Subdit III Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditrekreskrimum) dengan menerbitkan surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan (SP2HP) pada 23 November 2020. Kemudian dalam prosesnya, Yawaluddin sudah dua kali diminta oleh penyidik untuk membuat surat permohonan autopsi untuk membongkar kuburan Israwati.

Dikonfirmasi Kasubbid Penmas Bidang Humas Polda Sultra, Kompol Dolfi Kumaseh mengatakan, penyidik sudah dua kali melakukan gelar perkara atas dugaan kasus pembunuhan tersebut.

Dari hasil gelar perkara kedua penyelidikan dihentikan. Sehingga pihaknya sementara melengkapi berkas penghentian penyelidikan dengan dasar almarhum meninggal secara wajar.

“itu berdasarkan keterangan dari dokter ahli yang memeriksa almarhumah pada saat di bawa di rumah sakit,” kata Kompol Dolfi Kumaseh saat dikonfirmasi, Senin, 29 Maret 2021.

Saat ditanya terkait permintaan keluarga korban agar Polda Sultra melakukan autopsi terhadap jenazah Israwati, Dolfi Kumaseh menyampaikan agar keluarga datang lansung ke Ditreskrimum Polda Sultra.

Penulis : Haerun

Facebook Comments