Baubau, Inilahsultra.com – Lembaga penggiat anti korupsi di Sultra menyoal temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI tentang pengadaan masker KN95, Handsanitiser, Masker Medis, cairan disinfektan, dan sarung tangan oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Baubau.
Ketua umum Pengurus Besar Nasional Perjuangan Rakyat (PB-NPR) Sultra Julman Hijrah dalam rilisnya menjelaskan, Dinkes Kota Baubau mendapatkan alokasi anggaran untuk penanganan Covid-19.
Kemudian Dinkes merealisasikan anggaran dimaksud, berupa program pengadaan barang/jasa yakni pengadaan masker KN95, handsanitiser, masker medis, cairan disinfektan, sarung tangan dengan anggaran sebesar Rp 3.309.624.500. Selain itu terdapat pengadaan susu bagi ibu hamil dan bahan makanan dan susu bagi bayi dan balita sebesar Rp 269.963.750.
Dalam pelaksanaannya, Dinkes menentukan pihak penyedia dengan melakukan metode penunjukan langsung dengan alasan situasi Pandemi (masa darurat). Kemudian Dinkes menandatangani kontrak dengan pihak penyedia yakni kontrak No.16/KONTRAK-COVID/DINKES/IX/2020 Tanggal 21 September hingga 21 Oktober 2020 sebagai pihak penyedia yakni CTTJ sebesar Rp 1.770.438.500 untuk pengadaan masker medis 1000 Box, masker KN95 700 box, larutan disinfektan 557 botol, hand sanitizer 1250 botol, sarung tangan 355 box, dan sarung tangan NS 350 box.
Selanjutnya, kontrak No.23/KONTRAK-COVID/DINKES/XI/2020 Tanggal 11 November sampai 10 Desember 2020 sebagai pihak penyedia yakni CIFC sebesar Rp 626.870.000 untuk pengadaan masker dan handsanitiser. Masker medis 797 box, Handsanitiser Onemed 1.015 buah, dan Masker KN95 916 box.
Kemudian kontrak No.26/KONTRAK-COVID/DINKES/XI/2020 Tanggal 16 November sampai 15 Desember 2020 sebagai pihak penyedia yakni CTTJ sebesar Rp.299.250.000 untuk pengadaan Masker KN95 252 box. Serta kontrak No.25/KONTRAK-COVID/DINKES/XI/2020 Tanggal 20 November sampai 4 Desember 2020 sebagai pihak penyedia yakni CZE untuk pengadaan susu bagai ibu hamil, bahan makanan dan susu bagi bayi dan balita.
Berdasarkan LHP BPK RI Sultra No.21.B/LHP/XIX.KDR/05/2021 Tanggal 24 Mei 2021 di dapatkan adanya ketidakwajaran harga pada pengadaan masker KN95.
Secara rinci BPK RI Perwakilan Sulawesi Tenggara merekomendasikan adanya indikasi kerugian daerah/negara yakni sebesar Rp 1.937.250.000. Selain itu untuk pengadaan susu bagi ibu hamil dan bahan makanan dan susu bagi bayi dan balita sebesar Rp 2.215.090,91 tidak bisa di manfaatkan.
“Menyikapi hasil temuan ini, kami dari PB-NPR Sultra menilai carut marut pengelolaan dana Covid-19 tahun 2020 adalah sesuatu hal yang kami duga sengaja diciptakan sebab fakta yang terjadi di Kota Baubau adalah satu dari sejumlah daerah yang diduga terindikasi korupsi dalam pengelolaannya khususnya pengadaan masker. Kami juga meminta BPKP Sultra untuk menghitung nilai kerugian negara yang ditimbulkan,” ujarnya.
Sementara itu, Inspektur Kota Baubau La Ode Abdul Hambali mengatakan, dalam LHP BPK itu tidak merekomendasikan adanya pengembalian kerugian negara/daerah, hanya menyatakan bahwa ada dugaaan. Karena dalam melakukan pemeriksaan, BPK RI tidak mempunyai cukup waktu sehingga tidak tuntas.
“Sehingga BPK merekomendasikan Inspektorat untuk melakukan audit kewajaran harga terkait indikasi dugaan kerugian atas pengadaan masker sekira Rp 1 miliar lebih dari anggaran Rp 3 miliar lebih,” ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa 21 September 2021.
Setelah diteliti, lanjut Hambali, rekomendasi itu juga untuk membandingkan harga pengadaan masker jenis yang sama dengan harga masker yang dibeli oleh RSUD Kota Baubau dengan Dinkes Baubau. Namun perlu diketahui, penyedia pengadaan masker di Dinkes berbeda dengan penyedia pengadaan masker di RSUD.
“Jadi sekarang ini bolanya ada pada Inspektorat, BPK meminta kepada kami untuk menentukan ada atau tidaknya itu kerugian dalam pengadaan ini,” lanjutnya.
Olehnya itu, kata Hambali, pihaknya telah membentuk tim audit untuk menindaklanjuti rekomendasi BPK RI tersebut.
“Hanya, Inspektorat belum mempunyai auditor yang memiliki kemampuan mengaudit kewajaran harga. Olehnya itu kami akan konsultasi ke BPKP Sultra karena kami tidak boleh gegabah melakukan audit. Selain dengan BPKP, bisa juga dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP),” tandasnya.
Reporter: Muhammad Yasir