
Pasarwajo, Inilahsultra.com – Perluasan dan pemerataan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) menjadi kebijakan pemerintah walaupun PAUD belum menjadi wajib belajar formal. Namun semua anak memiliki hak mendapatkan layanan PAUD termasuk anak yang berkebutuhan khusus.
Bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus selayaknya diberi perhatian penuh untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya. Hal ini sangat penting untuk menghindari diskriminasi anak dalam dunia pendidikan.
Demikian dikatakan Bupati Buton La Bakry pada sosialisasi mengenal tumbuh kembang anak serta cara mengidentifikasi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) sejak dini yang diselenggarakan UPTD Penanganan Siswa Berkebutuhan Khusus Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sulawesi Tenggara di Aula Kantor Bupati Buton, Kamis 14 Oktober 2021.
Ketua Bapera Sultra ini mengatakan, saat ini program pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di Indonesia lebih bersifat khusus. Untuk menjangkau belajar anak berkebutuhan khusus dapat dilakukan melalui pendidikan yang bersifat responsif disesuaikan dengan kebutuhannya.
“Pendidikan anak berkebutuhan khusus memiliki arti bahwa sekolah harus mengakomodasikan semua anak tanpa memperdulikan keadaan fisik, bahasa, sosial emosional, atau kondisi-kondisi lainnya. Karena hal ini secara tidak langsung telah menghambat proses saling mengenal antara anak-anak difabel dan non difabel dalam interaksi sosial di masyarakat,” kata Ketua DPD Partai Golkar Buton ini.
Dengan sosialisasi ini, lanjut La Bakry, pendidikan ABK dapat diterapkan di sekolah masing-masing dan tidak berhenti setelah berakhirnya sosialisasi.
“Saat ini pemerintah pusat dan daerah terus mengembangkan sistem pendidikan yang memungkinkan anak berkebutuhan khusus mengikuti pendidikan bersama-sama dengan siswa normal lainnya,” ujarnya.
Kepala UPTD Penanganan Siswa Berkebutuhan Khusus, Nur Haerani Haeba, S.Psi., M.Si., M.Psi. menambahkan, anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami keterbatasan atau keluarbiasaan baik dalam hal fisik, mental-intelektual, sosial maupun emosionalnya sehingga dalan pelayanan pendidikan juga memerlukan pelayanan khusus yang tentu disesuaikan dengan penyimpangan kelainan dan ketunaan.
Lulusan Sarjana Psikologi tersebut mengimbau agar para orang tua lebih membuka wawasan soal ciri-ciri ABK agar dapat mengidentifikesi dan melakukan deteksi dini bagi anak penyandang ABK.
Adapun ciri yang paling gampang dikenali diantaranya kontak mata tidak fokus, anti sosial, emosional dan sulit berkomunikasi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang terjadi setelah proses kelahiran diantaranya infeksi bakteri, stunting, dan keracunan
“Diharapkan bagi para orang tua untuk mengenali ciri anak penyandang ABK sehingga bisa melakukan identifikasi dini, memberikan motivasi, perhatian dan bimbingan dengan cara meningkatkan kedekatan emosional dengan anak. Sehingga anak berkebutuhan khusus ini dapat mengeksplor keterampilan yang dimilikinya dan mandiri sejak dini,” imbuh Nur Haerani Haeba.
Editor: Din