![IMG_20220514_142502](https://inilahsultra.com/wp-content/uploads/2022/05/IMG_20220514_142502.jpg)
Kendari , Inilahsultra.com – Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) melakukan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Pembentukan Komunitas Pemerhati Sagu Sultra di Kabupaten Konawe. Giat ini dilaksanakan di Karamba Jaring Apung Kelurahan Latoma, Kecamatan Unaaha Kabupaten Konawe, Jumat, 13 Mei 2022.
Kegiatan tersebut dibuka langsung oleh Kepala Balitbang Sultra, Hj. isma. Dalam sambutannya menyampaikan, bahwa secara pribadi memiliki perasaan yang kuat pada tanaman sagu sebagai bahan suku Tolaki sejak dahulu.
Kata dia, saat ini sagu telah bertransformasi menjadi bahan pangan yang digemari dan dikonsumsi dari berbagai kalangan dan semua suku yang ada di Sultra dan berbagai daerah lainnya.
“Melihat fakta banyak terjadi alih fungsi lahan sagu dan kurang mendapat perhatian, jika kemudian hari sagu yang ada di Sultra semakin berkurang dan bahkan bisa punah,”.
Oleh karena itu, Isma mengaku sangat mendukung dengan adanya kegiatan pengembangan yang dilakukan oleh Balitbang Prov.Sultra.
Diungkapkannya lebih lanjut, peneliti tahun lalu sudah ada kegiatan, kalau hanya peneliti yang jalan sendiri ini tidak bisa jadi harus membentuk kelompok-kelompok pemerhati sagu ini untuk sama-sama bagaimana caranya sagu ini seperti apa kedepannya. “Supaya sagu ini masih bisa dilihat oleh anak cucu kita,” ujarnya.
Kegiatan FGD ini diikuti oleh 30 orang peserta yang terdiri dari instansi teknis terkait yaitu Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Konawe, Badan Penelitian dan Pengembangan Kabupaten Konawe, Kepala BPP dan penyuluh Kecamatan Besulutu, ketua/anggota kelompok tani sagu dari perwakilan beberapa Kecamatan, pelaku usaha bidang komoditi sagu, komunitas pemuda, dan pegiat media sosial. Peserta kegiatan berasal dari berbagai unsur dan stakeholder, hal ini diharapkan agar proses diskusi, informasi dan output kegiatan yang diperoleh lebih komprehensif.
Balibang Sultra sendiri pada tahun anggaran 2021 lalu, telah melakukan kegiatan penelitian dengan mengangkat isu pangan lokal sagu dengan topik kajian yaitu potensi pengembangan tanaman sagu melalui pendekatan sosial budaya.
Sebagaimana paradigma pelaksanaan riset harus mencakup beberapa hal yaitu terintegrasi dengan pengguna/masyarakat, melakukan kolaborasi antar stakeholder dan unsur terkait dan dilaksanakan secara berkelanjutan/multiyears.
Oleh karena itu kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari hasil penelitian tahun 2021, yang merupakan kegiatan pengembangan yang difokuskan pada integrasi antara penguatan komunitas dengan memanfaatkan modal sosial.
Indra Rahayu Setiawati dan Nisa Nasira Rezki yang merupakan tim peneliti/ pelaksana dalam kegiatan tersebut menjelaskan bahwa sagu adalah tanaman endemik Sultra yang merupakan pangan lokal dan identitas budaya. Potensi sagu di Sultra sangat besar, tersebar diberbagai daerah kab/kota. Sagu juga sangat berkaitan erat dengan suku Tolaki sejak keberadaannya di masa lalu hingga masa kini sagu memiliki nilai sejarah, filosofis,symbol ekonomi dan symbol adat tradisi.
Lebih lanjut Ketua Tim Indra Rahayu menjelaskan, bahwa hasil penelitian tahun 2021 menunjukkan, telah terjadi perubahan persepsi/paradigma dan pergeseran nilai sagu dimasa lalu dan sagu dimasa kini, motivasi masyarakat untuk melestarikan sagu menurun.
Akibatnya, telah terjadi alih fungsi lahan, tergerusnya ‘rasa’ kepemilikan bersama terhadap sumber daya tanaman sagu yang ada dilingkungan masyarakat, sistem pewarisan pengetahuan kepada generasi muda tidak berjalan disebabkan oleh adanya stigma/pelabelan masyarakat terhadap pengolah sagu (sumaku) masih bersifat negatif terakhir pengolahan sagu tidak diimbangi dengan upaya pelestarian, pengolahan yang mengarah ke eksploitatif dalam jangka panjang menyebabkan ekosistem sagu akan semakin berkurang sehingga potensi lahan tingkat produktivitas akan menurun.
“Jika kita semua berdiam diri dan menutup mata, maka sagu di Sulawesi Tenggara hanya akan menjadi tinggal cerita untuk anak cucu kita. Oleh karenanya satu langkah kecil yang dimulai akan berdampak besar jika semua pihak sepakat untuk menyatukan visi/tujuan yang sama dalam berkolaborasi,” tegas Indra Rahayu.
Oleh karena itu kegiatan ini dirasa sangatlah penting, komunitas yang terbentuk diharapkan dapat menjadi wadah untuk menguatkan modal sosial dari sisi internal mayarakat untuk terus memotivasi, mengajak, menggerakkan agar dapat meningkatkan kesadaran dalam upaya pelestarian tanaman sagu secara mandiri khususnya di Sulawesi Tenggara. Selain itu hasil pelaksanaan kegiatan juga dapat menjadi rekomendasi kebijakan lebih lanjut bagi pemerintah khususnya instansi terkait.
Inovasi gerakan pemberdayaan komunitas ini bertujuan untuk mengubah pola fikir dan budaya kerja masyarakat petani sagu. Merubah pola fikir dari apatis menjadi optimis dalam pelestarian sagu, kemudian mengubah budaya kerja masyarakat yang sebelumnya masih sistem individu menjadi bergotong royong.
Pembangunan yang berkelanjutan pada lingkungan dan pengelolaan tanaman sagu, ini hadir untuk mendukung perbaikan lingkungan hidup ke depan, pemanfaatan budaya dan kearifan lokal, memperkuat keberadaan sagu sebagai pangan lokal dan identitas budaya di Sulawesi Tenggara, menambah dan pemahaman masyarakat, meningkatkan perekonomian dan komoditas pangan lokal sagu,” jelasnya. (C)
Reporter : Iqra Yudha
Editor : Ridho