Kepala Daerah Diminta Sterilkan ASN, Kades, dan Lurah dari Politik Praktis

Ketua Forum Mahasiswa Pascasarjana Jakarta Raya - Sultra, Muhammad Fajar Hasan.
Bacakan

Kendari, Inilahsultra.com – Genderang Pilkada serentak 2018 mulai ditabuh, meskipun tahapannya sudah lama dimulai. Sejumlah bakal pasangan calon (Bapaslon) sudah mendaftarkan diri di KPU tingkatan masing-masing. Tinggal menunggu pleno KPU, pasangan mana saja yang memenuhi syarat untuk bertarung berebut simpati rakyat.

Khusus di Sulawesi Tenggara, ada 15 Bapaslon yang resmi terdaftar di empat KPU penyelenggara Pilkada serentak; Pilgub Sultra, Pilwali Baubau, Pilbup Konawe, dan Pilbup Kolaka.

-Advertisement-

Menatap empat Pilkada tersebut, tidak menutup kemungkinan akan ada pelibatan aparatur sipil negara (ASN), lurah, dan kepala desa oleh kepala daerah untuk menenangkan salah satu pasangan calon.

Oleh karena itu, Ketua Forum Pascasarjana Jakarta Raya – Sultra, Muh Fajar Hasan, menghimbau kepada kepala daerah, baik wali kota, bupati, maupun penjabat bupati/wali kota untuk tidak melibatkan aparatnya untuk bermain-main dalam wilayah politik praktis.

“Kita berharap pilgub ataupun pilbup dapat berlangsung fair, jauh dari politik curang dan culas. Kita semua berkepentingan menjaga marwah Pilkada. Salah satunya adalah menjauhkan ASN, lurah, dan kades dari politik dukung mendukung Paslon,” harap Muhammad Fajar Hasan, Senin, 15 Januari 2018.

Mantan Ketua MPM Universitas Halu Oleo Kendari ini mengamati, ada beberapa Bupati yang nuansanya akan menggerakan ASN atau kades untuk mendukung Paslon tertentu. Jika ini dilakukan maka sangat berbahaya.

Menurut dia, netralitas ASN dan Kades dalam Pilkada tergantung kepala daerahnya. Kalau ada ASN melanggar disiplin PNS maka yang memberikan sanksi adalah kepala daerah selaku Pejabat Pembina Kepegawaian.

“Bagaimana kalau bupati yang menganjurkan ASN. Modusnya, perintah berantai tidak dalam bentuk tertulis, begitupun dengan Kades. Modus seperti ini tidak dapat dideteksi oleh Bawaslu. Karenanya, dibutuhkan kesadaran dan good will bupati atau wali kota bersama – sama menjaga netralitas ASN dan Kades,” katanya.

Mahasiswa pascasarjana UNJ ini menjelaskan, larangan ASN untuk tidak terlibat politik praktis tegas diatur dalam PP No 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin PNS, UU Desa dan UU Pemilu. “Perangkat regulasinya lengkap, tinggal kepala daerahnya mau taat terhadap UU atau tidak,” tandasnya.

Menurut Fajar, bupati atau wali kota tidak boleh mengeluarkan pernyataan yang kesannya mendukung Paslon tertentu, karena cerminan sikap politik bupati akan diikuti oleh ASN dan Kades di wilayahnya.

“Saya kira belum terlambat Bawaslu dan Kemendagri segera mengumpulkan para bupati/wali kota soal ini, bahwa ujung tombak netralitas ASN dan Kades ada di mereka. Kalau bupati terlibat menggerakan ASN atau Kades, saya membayangkan bupati menangggung dosa berjamaah di wilayahnya,” tutup Fajar.

Penulis: Jumaddin Arif

Facebook Comments