Pasar Baru Kendari : Dulu Ramai, Kini Berkelahi dengan Sunyi, Sepi dan Rugi

Pasar Wuawua yang kondisinya sunyi tanpa pengunjung
Bacakan

Kendari, Inilahsultra.com – Medio 1990-an, nama Pasar Baru Kendari paling terkenal di Kota Kendari.

Selain sebagai pusat perbelanjaan ternama di zamannya, Pasar Baru menjadi tempat naik turunnya penumpang antar-kota dan antar-provinsi.

-Advertisement-

Pasar ini diperkirakan berdiri pada 1985. Saat itu, bangunannya masih sebatas lapak-lapak biasa. Ada pula bangunan permanen, tapi hanya seberapa. Meski biasa, pasar ini jadi tempat transaksi jual beli paling ramai.

H Gazali, salah satu pedagang Pasar Baru, masih menyimpan memori pertama kali berdagang di pasar ini. Dalam ingatannya, banyak cerita tentang pasar ini, betapa ramainya pasar itu di era 90-an.

Pada 25 tahun lalu, saat pertama kali berdagang di Pasar Baru, Gazali meyebut pasar ini sangat padat. Pembeli dari seantero kota, datang berbelanja di sini.

“Dulu ini sangat padat sekali. Ramai pengunjungnya,” kata Gazali saat ditemui di Pasar Baru Kendari.

Gazali menyebut, Pasar Baru dibilang menjadi pasar istimewa. Selain aksesnya yang berada di tengah kota, lokasinya pun sangat strategis. Mobil pete-pete (angkutan kota) ramai lancar menurunkan dan menaikkan penumpang.

Tentunya, sebagai pedagang yang telah tua di Pasar Baru, pernyataan Gazali ini sulit untuk dibantah.

Oleh warga lainnya,Pasar Baru ini sering disebut pasar senggol. Pengunjung saling gesek satu sama lain. Belum lagi ramainya tukang pikul sana sini. Bersenggolan hal yang lumrah terjadi.

Pasar senggol ini, biasa terjadi di hari libur waktu pagi dan sore. Di waktu itu, pembeli padat merayap, menyatu dengan riuhnya suara pedagang dan tukang pikul yang meneriakkan “pikul-pikul”.

Bisa dibayangkan, betapa sesaknya pasar ini.

Selain jadi pasar senggol, pasar ini juga dianggap sangat kumuh. Sampah berserak di sana sini. Bau tak sedap mengganggu pernapasan.

Namun demikian, meski terlihat kumuh, Pasar Baru menjadi pilihan utama masyarakat kota untuk berbelanja. Terlebih bagi warga sekitar Anduonohu, Kampus Baru, Wuawua dan Baruga.

Namun, kisah perjalanan pasar tradisional ini harus berhenti 2010 seiring kebakaran hebat melanda. Pasar baru dengan segala kekumuhan dan keramaiannya telah tiada.

Paska-kebakaran, Pemerintah Kota Kendari akhirnya merelokasi para pedagang di Pasar Panjang di Kelurahan Bonggoeya Kecamatan Wuawua Kota Kendari.

Pasar ini boleh dibilang pasar terpanjang sepanjang sejarahnya Kota Kendari. Jauhnya berkilo-kilo meter. Lapak pedagang berjejer sepanjang jalan.

Di saat para pedagang mengungsi di Pasar Panjang, Pemkot Kendari kemudian membangun Pasar Baru di atas lahan yang pernah terbakar.

Kala itu, Wali Kota Kendari Asrun mendirikan pasar ini dengan konsep pasar tradisional yang modern.

Tiga tahun pembangunannya, akhirnya pasar megah itu berdiri. Mulai 2015 lalu, pasar ini difungsikan.
Total uang Negara yang dihabiskan dalam pembangunan pasar ini Rp 67 miliar dengan daya tamping pasar sebanyak 1.487 pedagang, terdiri dari los berjumlah 748 unit, yakni dari lantai satu 256 unit los, dan lantai dua sebanyak 496 unit los. Setiap los memiliki luas 2,5×3 meter persegi.

Mati Suri

Seiring dengan peresmiannya pada 2015 silam, pasar yang dulunya dinamakan Pasar Baru, Pemerintah Kota Kendari mengubah namanya menjadi Pasar Sentral Wuawua.

Gedungnya yang megah dan jumlah los yang bertambah, bukan berarti membuat para pedagang tertarik untuk berjualan di sini.

Sebagian besar padagang yang dulunya direlokasi di Pasar Panjang memilih menetap. Enggan pindah di Pasar Wuawua.

Keengganan berpindahnya para pedagang ini kian kompleks dengan campur aduknya kepentingan di sana.

Menurut Gazali, beberapa pedagang yang ada di Pasar Panjang mau pindah di Pasar Wuawua. Hanya saja, adanya pasar yang dibangun oleh Lilis di Pasar Panjang, membuat sebagian pedagang enggan untuk pindah.

Kondisi itu diperparah dengan minat belanja masyarakat di Pasar Wuawua hampir tidak ada. Terlebih, biaya sewa los yang sangat mahal di awal-awal diresmikannya Pasar Wuawua.

Inilahsultra.com ikut melihat langsung kondisi Pasar Wuawua yang sunyi dari pembeli. Hanya beberapa pedagang yang terlihat menjajakan jualannya.
Banyak los yang terlihat ditutup baik di lantai 1 maupun lantai 2. Di lantai 1, ada sekitar 50-an pedagang yang jualan, mayoritas penjual pakaian, aksesoris dan salon.

Di lantai dua lebih parah. Pedagang yang membuka los, tidak sampai 30 orang. Itu pun kondisinya sangat sunyi.

Di lokasi penjualan sayur, di lantai bawah, terbilang ramai. Banyak pedagang yang menjual, tentu tidak sebanding dengan pembeli.

Lebih ironisnya, tak jauh dari penjual sayur, tak ada satu pun penjual ikan basah. Padahal, tempat ini diperuntukkan bagi mereka.

Kondisi ini tentu menyulitkan bagi pedagang di Pasar Wuawua. Terlebih mereka yang mengambil kredit di bank.

“Bagaimana mau kembalikan kredit, tidak ada pembeli. Kita ini hancur,” ungkap salah seorang pedagang yang enggan menyebut namanya.

Gazali menyebut, sudah menjelang empat tahun berdagang di sini, belum ada keuntungan yang diperoleh.

Padahal, mereka harus berkorban di awal untuk menyewa los seharga Rp 100 juta. Pembyaran down payment (DP) dari total Rp 202 juta hingga 12 tahun ke depan.

“Tidak ada bayangan begini di awal, sekarang kita bertarung untung rugi dan kredit di bank,” tuturnya.

Kini Pasar Baru yang berubah nama menjadi Pasar Wuawua bukan lagi sebagai pasar senggol seperti zaman keemasannya. Kini telah menjadi pasar yang bertarung dengan sunyi, sepi dan rugi bagi pedagangnya.

Penulis : La Ode Pandi Sartiman

Facebook Comments