21 Hari Meninggalnya Randi dan Yusuf : Kenapa Polisi Sulit Ungkap Pelaku?

Aliansi Mahasiswa Sedarah berkemah di depan Mapolda Sultra hingga polisi mengungkap pembunuh Randi dan Yusuf. (Istimewa)

Kendari, Inilahsultra.com – Polisi sepertinya begitu kesulitan mengungkap siapa pelaku yang menyebabkan Muhammad Yusuf Kardawi dan Randi meninggal dunia.

Padahal, rentan waktu meninggalnya dua mahasiswa Universitas Halu Oleo Kendari itu sudah 21 hari lamanya.

Berdasarkan hasil autopsi, Randi meninggal ditembak di dada kiri bawah ketiak tembus dada kanan. Sedangkan Yusuf, menurut dokter, kena hantaman benda tumpul di kepala.

-Advertisement-

Namun, saksi menyebut, Yusuf terkena tembakan di kepala. Berdasarkan foto yang diperoleh, kondisi kepala Yusuf hancur dengan otak terburai.

Lambannya pengungkapan kasus ini membuat banyak pihak bertanya-tanya dan meragukan kinerja kepolisian.

Sebagai bentuk protes, sejumlah mahasiswa yang mengatasnamakan diri Aliansi Mahasiswa Sedarah menggelar kemah di depan Polda Sultra.

Mereka tidur menggunakan tenda di depan markas polisi itu hingga malam.

“Kami tidak akan bergeser sebelum polisi mengungkap pelaku pembunuhan dua saudara kami,” kata Rahman Paramai.

Menurut Rahman, harusnya polisi dengan gampang mengungkap kasus ini berdasarkan barang bukti dan keterangan saksi.

“Kenapa polisi begitu sulit mengungkap kasus ini. Jelas, video di lapangan saat Yusuf meninggal. Ada saksi mata,” katanya.

Rahman menyebut, lambannya pengungkapan kasus ini menambah deretan catatan buruk penuntasan kasus pelanggaran HAM.

“Kami meminta polisi untuk jujur lah,” ujarnya.

Ia melanjutkan, beberapa selongsong peluru ditemukan di lokasi meninggalnya Randi dan Yusuf. Hal ini sudah bisa menguatkan dugaan bahwa senjata api itu bersumber dari mana.

Sebelumnya, Kabid Humas Polda Sultra AKBP Harry Goldenhardt menyebut, pengungkapan penyebab meninggalnya dua mahasiswa tidak lah mudah. Harus dilakukan uji balistik atas selongsong peluru.

Untuk itu, selongsong peluru berikut proyektil diuji di laboratorium Australia dan Belanda.

Hal ini senada diungkapkan oleh Kapolda Sultra Brigjen Merdisyam. Menurut jenderal bintangs satu ini, uji balistik di Australia dan Belanda agar proses pengungkapan kasus ini secara independen.

Selain uji balistik di laboratorium forensik, enam polisi juga tengah menjalani sidang kode etik oleh Propam. Keenam polisi itu dianggap melanggar SOP saat pengamanan massa pada 26 September 2019 dengan membawa senjata api.

Penulis : La Ode Pandi Sartiman

Facebook Comments