
“Orang tua tidak lagi menggunakan pendekatan tekanan dalam mendidik anak agar terhindar dari perilaku menyimpang. Orang tua harus menjadi mitra berpikir anak dalam mengenal tantangan dan dinamika kehidupan. Dapat saja sesuatu dianggap tabuh dalam sisi praktik tapi dari sisi pengetahuan akan fenomena dan akibatnya harus disampaikan dengan pendekatan persuasif,” ungkap Sirjon, Kamis malam, 14 September 2017.
Selain itu, pergaulan anak harus dikontrol dan orang tua harus meningkatkan kepedulian terhadap anak.
“Setiap perilaku dan perkembangannya harus dalam lingkup kontrol orang tua. Dalam lingkup rumah tangga mesti diperbanyak kegiatan yang menyenangkan, sehingga anak tumbuh dan berkembang dalam suasana tanpa beban. Jangan dibiarkan anak terbebani oleh siklus kehidupan yang susah. Penanaman nilai spiritual san moralitas secara berjenjang,” jelasnya.
Kebijakan pencegahan berbasis dunia pendidikan.
“Memutus mata rantai geng dalam lingkungan sekolah. Fenomena ini harus diurai agar tidak ada lagu peserta didik berkerumun untuk hal-hal negatif. Perguruan tinggi pada setiap mata kuliah yang bersentuhan dengan moralitas, lebih intens melakukan sosialisasi/penyuluhan atau dapat juga melakukan praktik pembinaan pada kelompok pelajar atau masyarakat yang terintegritas dalam tugas perkuliahan,” bebernya.
Kebijakan pencegahan selanjutnya ada pada pemerintah daerah. Menurut Sirjon, perlu ada penyediaan infrastruktur kota layak anak. Ruang-ruang bermain, taman baca, taman hiburan rakyat harus dihidupkan.
Ruang-ruang patologi sosial harus dihilangkan. Pemerintah harus aktif patroli pada ruang-ruang yang berpotensi digunakan untuk kumpul-kumpul pada arah negatif.
“Aktif bersosialisasi berjenjang. Mulai dari RT, lurah/desa, kecamatan sampai SKPD terkait. Sebaran iklan harus lebih ramai dikibarkan diberbagai sudut wilayah yang bisa diakses informasinya oleh kalangan remaja. Membuka lapangan kerja yang maksimal bagi generasi kreatif. Pemuda tidak boleh vakum/diam. Harus ada ruang berinovasi bagi para pemuda,” katanya.
Pencegahan selanjutnya adalah berbasis peran serta masyarakat. Menurut dia, respon lingkungan masyarakat harus ditingkatkan. Tak boleh cuek. Aktif dalam mengontrol model pergaulan lingkungan sekitar.
“Aktif mengadu pada pihak berwenang. Ikut bersosialisasi non formal pada ruang diskusi santai pada semua kalangan tentang fenomena dan bahay narkotika. Aktif menginformasikan pada pihak lain jika ada anggota keluarga atau masyarakat yang disinyalir terlibat narkotika. Tokoh masyarakat harus menjadi garda terdepan untuk tidak berprilaku menyimpang agar dapat dicontoh oleh pemuda dan masyarakat lainnya,” urainya.
Terakhir, kebijakan preventif kepolisian. Polisi harus memutus mata rantai peredaran dan bisa memastikan bahwa zat narkotika yang diproduksi itu tidak keluar dari tujuan pengembangan iptek dan pengobatan.
Harus ada sinergitas antara perhubungan dan bea cukai serta Menkominfo terkait potensi beredarnya melalui berbagai jalur.
“Membuat satu sistem pengintaian dan pemantauan secara terpadu terhadap potensi peredaran narkotika. Dapat saja kepolisian membentuk satuan tugas pencegahan peredaran narkotika yang ditempatkn pasa semua jalur transportasi, pusat perbelanjaan, pusat hiburan, hotel bahkan perguruan tinggi. Harus aktif bersosialisasi secara berjenjang dari polsek sampai polda. Skemanya bisa disusun menurut usia penduduk, jenjang pendidikan, bidang profesi atau lingkungan tertentu. Melakukan karantina pada napi narkotika agar jaringan yang mereka miliki sebelum diproses hukum terputus,” tuturnya.
“Cara ini bersifat preventif dengan tujuan mencegah. Orientasi kita adalah masyarakat jangan sampai tergoda untuk menggunakan. Kalau yang sudah menjadi pengguna tentu berbeda pendekatannya, bagi pengguna saja tentu dilakukan upaya rehabilitasi. Bagi pengedar diterapkn sanksi pidana sebagaiman mestinya. Intinya bahwa penggunaan hukum pidana tetap sebagai alternatif terakhir yang harus tepat sasaran dan berdaya guna,” pungkasnya.
Peliput: La Ode Pandi Sartiman