Kendari, Inilahsultra.com – Pada 13 Agustus 2007 silam, ditandai bergantinya tonggak estafet kepemimpinan di Kota Kendari dari Masyhur Masie Abunawas-Andi Musakkir Mustafa ke Asrun-Musadar Mappasomba.
Selain beralihnya kekuasaan, pada tahun itu, menjadi awal penentuan kepala daerah melalui suara rakyat atau pemilihan langsung.
Sebelumnya, jabatan kepala daerah ditentukan oleh wakil rakyat yang duduk di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Saat Pilkada Kota Kendari 2007 (baca : Pilwali), Asrun masih berseragam PNS. Begitu pula Musadar berstatus dosen di Universitas Halu Oleo Kendari.
Di Pilkada 2007 itu, pasangan Asrun-Musadar diusung beberapa partai diantaranya, PKS dan Demokrat. Kala itu, PAN belum bersama Asrun-Musadar. PAN mendukung pasangan Baharumin-Yani Kasim Marewa.
Selain dua pasangan ini, di Pilkada Kendari 2007 ikut bertarung tiga kandidat lainnya. Yakni, Jusuf Ponea-La Ode Khalifa, Asrun Tombili-Anas Nikoyan dan pasangan Musakkir Mustafa-Ridman Abunawas. Kesemuanya keok. Pasangan Asrun-Musadar keluar sebagai pemenang.
Di tengah perjalanan memimpin Kota Kendari dan jelang maju di periode kedua, Asrun kemudian berlabuh ke Partai Amanat Nasional (PAN).
Partai ini yang turut mengusungnya di Pilkada Kota Kendari 2012. Selain PAN, tentunya masih ada PKS yang setia. Sebab, Musadar tetap mau menjadi wakil Asrun hingga 10 tahun masa jabatan mereka berakhir.
Selain PAN dan PKS, ada tiga partai lain yang turut mengusung pasangan ini, yakni, PPP, Golkar dan Demokrat.
Lagi-lagi, kekuatan Asrun-Musadar tidak bisa terkalahkan kala itu. Setidaknya, ada empat pasangan yang jadi penantang Asrun-Musadar. Adalah pasangan Tony Herbiansyah-Yani Kasim Marewa yang diusung Partai Hanura, Partai Gerindra dan PBB.
Kemudian La Ode Geo-Silverius Oscar Unggul melalui jalur independen. Lalu, pasangan La Ode Maghribi-Rachman Latjinta didukung 17 partai non sheet dan terakhir pasangan Hasid Pedansa-Orda Silondae didukung PBR, PDIP dan PPDI.
Di periode kedua ini, Asrun-Musadar tetap tidak bisa terbendung. Mereka kembali menang mempertahankan tahta. Hal itu pun ditandai dengan awal mulanya kongsi PAN-PKS yang begitu seirama.
Hubungan PAN dan PKS semakin erat hingga di penghujung lima tahun periode kepemimpinan mereka.
Namun, hubungan PAN dan PKS sempat renggang tatkala tengah gencarnya bongkar pasang dan mencari koalisi jelang Pilkada 2017.
Muasalnya, Asrun mengabaikan Musadar. Sejatinya, giliran PKS yang menjadi wali kota dengan mengusung Musadar, sedangkan PAN menjadi wakil. Namun, Asrun tetap kukuh pada pendiriannya. Ia memilih mendorong putranya sebagai Calon Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra.
Selain membuat renggang hubungan dengan PKS, langkah Asrun memilih putranya membuat internal PAN pecah. Abdul Rasak yang sedari dulu menantikan calon wali kota melalui PAN, harus disisihkan.
Karena kondisi politik ini lah, Rasak akhirnya keluar dari PAN dan memilih bergabung dengan NasDem dan Golkar yang kemudian mengusungnya melawan dinasti Asrun.
Setelah Rasak tersisih, PAN tinggal berurusan dengan PKS. Konstalasi politik yang sempat memanas, seketika berubah cair ketika Adriatma menggaet Sulkarnain yang juga sebagai politikus PKS. Pasangan ini akhirnya dikawinkan hingga berakronim ADP-SUL.
Musadar yang tadinya juga penuh harap bisa didorong, akhirnya memilih legawa dan kembali ke kampus sebagai dosen.
Genderang politik 2017 akhirnya mulai ditabuh dengan lahirnya tiga pasangan yang memiliki kendaraan politik. Adalah Adriatma Dwi Putra-Sulkarnain, Abdul Rasak-Haris Andi Surahman dan Moh Zayat Kaimoeddin-Suri Syahriah Machmud.
Awalnya, banyak pihak memprediksi bahwa ADP-SUL bakal tumbang. Namun fakta berbicara lain. Kuku Asrun dalam menggerakan mesin politiknya masih sangat kuat.
ADP-SUL menang mutlak atas dua pasangan lainnya. Pasangan ini memperoleh 62.019 suara. Abdul Rasak-Haris Andi Surahman mendapatkan 55.759 suara dan Moh Zayat Kaimoeddin–Suri Syahriah Mahmud meraih 33.501 suara. Total suara sah dalam Pilkada Kendari 151.289 suara.
Kemenangan ini kemudian kembali melanggengkan dinasti Asrun dan tentunya kemesraan PAN-PKS makin berlanjut.
Mulai Renggang
Usai dilantik 9 Oktober 2019, pasangan ADP-SUL memulai periode pemerintahan baru di Kota Kendari. Meski masih dalam lingkaran dinasti PAN-PKS, keduanya bisa menjadi pembeda dari kekuasaan sebelumnya karena label figur muda nan energik yang mereka sandang.
Ada harapan, lewat ADP-SUL, gaya pemerintahan dan pembangunan di Kota Kendari lebih progresif dan kekinian.
Namun, baru 143 hari menakhodai Kota Kendari, ADP ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena terlibat kasus suap oleh salah satu pengusaha.
Selain ADP, KPK juga ikut mengangkut ayahnya, Asrun dan Fatmawati Faqih yang juga mantan Kepala BPKAD Kota Kendari.
Saat penangkapan itu, Asrun masih sementara bertaruh untuk memenuhi hasrat politik di usia senjanya, menjadi Gubernur Sultra.
Peristiwa penangkapan ini kemudian bak durian runtuh bagi Sulkarnain Kadir. Seketika itu, ia menjabat sebagai Plt Wali Kota Kendari dan kemudian resmi menjadi wali kota definitif pada 22 Januari 2019.
Dengan dilantiknya Sulkarnain, praktis jabatan Wakil Wali Kota Kendari kosong. Sesuai dengan amanah Pasal 176 Undang-Undang No 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada), disebutkan bahwa dalam hal wakil wali kota berhenti atau diberhentikan, maka pengisian wakil wali kota dilakukan melalui mekanisme pemilihan oleh DPRD Kota Kendari berdasarkan usulan dari partai politik atau gabungan partai politik pengusung.
Namun, beberapa kali rencana pertemuan partai tidak terjadi. Padahal, di DPRD Kota Kendari sudah membentuk panitia pemilihan Wakil Wali Kota Kendari yang dipimpin langsung Ketua DPRD Samsuddin Rahim yang juga politikus PAN.
Di tengah ketidakpastian pertemuan partai pengusung, di luar arena terjadi saling balas pernyataan antara Ketua DPW PAN Sultra Abdurrahman Saleh dan Wakil Ketua DPW PKS Yaudu Salam Ajo.
Rahman Saleh meminta agar PKS memiliki etika politik dalam hal pengusulan wakil wali kota. Praktisnya, PKS harusnya legawa dan membuka ruang karena jabatan wakil wali kota sejatinya sudah menjadi jatah PAN setelah ditinggalkan ADP.
Namun, pernyataan Rahman ini ditanggapi oleh Yaudu dengan balik bertanya soal etika macam apa yang diinginkan PAN. Bagi PKS, memiliki aturan dan kebijakan sendiri. Sebab, PKS selalu berpatok pada keputusan DPP setiap pengambilan kebijakan strategis seperti penentuan wakil wali kota.
Di tengah riuh debat antara petinggi partai, akhirnya pengurus di tingkat Kota Kendari bertemu. Partai pengusung, PAN, PKS dan PKB menggelar rapat di Kantor DPW PAN Sultra. Pertemuan mereka hingga tiga kali sebelum akhirnya memutuskan mengusung Siska Karina Imran (istri ADP) dan Rahman Tawulo dari PKB.
Namun, hasil rapat itu kemudian dianulir oleh Sekretaris PKS Riki Fajar. Ia pun menyatakan mencabut tanda tangannya karena hadir bukan dengan kapasitas mewakili partai.
Sepengetahuan Riki, tanda tangan yang dibubuhkannya itu terkait dengan rapat tim pemenangan ADP-SUL, bukan dalam penentuan nama calon wakil wali kota. Sebab, kata Riki, PKS belum mengusulkan wakil karena masih menunggu pandangan dari DPP.
Meski Riki mencabut tanda tangan, PAN dan PKB seperti tidak peduli. Kedua partai ini kukuh mengusung Siska Karina dan Rahman Tawulo ke DPRD Kota Kendari melalui Wali Kota Kendari.
Menurut Wakil Ketua DPW PAN Sultra, surat tersebut telah masuk di Wali Kota Kendari sejak 28 Februari 2019 dan ditembuskan ke DPRD Kota Kendari.
Dengan demikian, PAN berharap agar proses pemilihan di DPRD Kota Kendari segera terlaksana secepatnya. Wali Kota Kendari juga diingatkan untuk tidak mengulur waktu.
“Kalau begitu, kita akan surati agar secepatnya dilanjutkan ke DPRD,” kata Ketua DPRD Kota Kendari Samsuddin Rahim.
Berkaca dari konflik ini, seperti apa sebenarnya hubungan PAN dan PKS?
Samsuddin memilih untuk diam. Ia tidak mau menerka suasana kebatinan PAN dan PKS yang sedang renggang ini.
Sementara dari PKS, belum ada yang mau memberikan komentar. Sulkhoni dan Riki Fajar saat dihubungi melalui telepon selulernya tidak diangkat. Padahal, selain ingin mengklarifikasi isu renggangnya PKS dan PAN, isu operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Camat Kambu dan keduanya tak kalah seksinya.
Penulis : La Ode Pandi Sartiman