Kadis Kominfo Sultra Minta Media Tidak Jadi Panggung Peta Konflik

Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Sultra, M. Ridwan Badallah.
Bacakan

Kendari, Inilahsultra.com – Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Dr. (Cand) M. Ridwan Badallah, S.Pd, MM, kembali merespon pemberitaan salah satu media terkait pelantikan 19 Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (JPTP) yang dinilai tidak sesuai aturan.

Meskipun pihaknya telah melakukan klarifikasi dan meminta itikad baik media yang dimaksud untuk membuat pernyataan permintaan maaf atas berita yang telah ditayangkan sebelumnya.

-Advertisement-

Sebagai juru bicara Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sultra, Ridwan Badallah menegaskan, media jangan berperan sebagai panggung untuk mempertontonkan peta konflik kelembagaan aparatur Negara yang terkesan melahirkan kekisruhan di tubuh sistem pemerintahan (Pemprov Sultra dan KASN).

“Sistem penyelenggaraan pemerintahan itu sudah tertata dan memiliki mekanisme, tidak mungkin seluruh tindakan pemerintah harus pamit alias memanggil media untuk dipublikasikan, justru media harus pro aktif dengan cara-cara yang elegan guna mendapatkan informasi terbaik,” kata Ridwan Badallah melalui siaran pers.

Ridwan Badallah sangat menyayangkan tindakan berlebihan yang dilakukan salah satu media terkait pelantikan 19 JPTP di lingkup Pemprov Sultra yang terus menerus “digoreng” layaknya olahan makanan sehingga orang tertarik mencicipi alias tertarik membaca berita tersebut.

“Seperti mati-matian ingin menyajikan resep agar orang tertarik, seolah telah berupaya keras untuk tampil cover both side pemberitaannya, dengan melakukan jurus tembak konfirmasi versi pihak media itu sendiri. Ini akhirnya mengerdilkan citra diri dan media tersebut, semacam tidak paham protokol dan etika komunikasi dan klarifikasi apalagi isu yang dianggapnya penting,” tambahnya.

Ridwan berharap, media idealnya hadir sebagai penyejuk dalam pemberitaan. Jika faktanya terjadi konflik yang akan diberitakan, media harusnya tampil menyejukan, buka seolah menjadi kayu bakar, dan bersifat profokatif dalam pemberitaan.

“Media harus paham etika permintaan klarifikasi, dan jalur-jalur komunikasi, sebab negara bisa hancur kalau semua pihak menggunakan cara-cara tendensius memanfaatkan media untuk melakukan pembelaan. Syukur-syukur seorang oknum jurnalis yang membuat berita tersebut taat asas dan kode etik jurnalistik, bagaimana kalau si oknum jurnalis tersebut sebaliknya. Bisa jadi tidak sehat media tersebut dan dilarikan pembaca lebih-lebih mitra-mitranya, pasti akan saling merekomendasikan untuk tidak bekerjasama yang baik, karena ada kekuatiran tertentu,” ungkap Ridwan.

Menurut Ridwan, tantangan media diera digital saat ini adalah melakukan strategi komunikasi yang baik untuk membangun hubungan kemitraan dengan berbagai narasumber penting. Pasalnya, tidak semua komunikasi via digital itu valid. Banyak modus operandi kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang intelek melalui kejahatan cyber. Baik itu penipuan, pemerasan dan lain sebagainya dengan mengatasnamakan lembaga yang mengaku kredibel, dan ini jangan sampai terjadi di media.

Penulisan berita yang cenderung mengandung unsur peta konflik dan terkesan syarat misi tertentu patut diwaspadai. Jika ingin melakukan klarifikasi, ada cara-cara elegan dan upaya-upaya jurnalistik untuk melakukan klarifikasi. Bukan hanya mengirim pesan singkat seperti yang ditempuh media yang tidak profesional.

Berbicara secara langsung dan hanya sekedar mengirim pesan dan membalas pesan boleh jadi penafsiran dan pemaknaan akan berkembang karena tidak saling kontak face-to face melihat satu sama lain, seperti idealnya interaksi yang sehat. Apalagi dalam mengklarifikasi sesuatu yang bisa jadi ada indikasi tendensius, bukannya menghadirkan solusi justru malah melahirkan masalah baru atau bahkan menambah bobot ketidakprofesionalannya.

Adanya pemberitaan baru diatas pemberitaan klarifikasi yang telah terpublikasi, dan seolah masih “menggaruk” sesuatu yang sudah jelas duduk perkaranya oleh suatu pemberitaan jelas menunjukkan sinyalemen perlawanan untuk menyerang institusi tertentu. Hal ini sangat mendorong jauh kebelakang nilai jual suatu pemberitaan, baik skala lokal maupun nasional.

“Silahkan kami terbuka melalui protokoler komunikasi yang terarah, santun dan taat kaidah, melalui institusi resmi Pemprov Sultra, tidak perlu lompat dan terkesan membabibuta, pasti kami tanggapi,” urai Ridwan.

Sebaliknya, Dinas Kominfo berharap oknun jurnalis dan media tersebut yang telah ‘membakar’ pemberitaan seputar pelantikan JPTP di lingkup Pemprov Sultra dihentikan. Meski sebelumnya Kominfo Sultra telah melakukan upaya penekanan permintaan maaf media tersebut dan menempuh jalur hukum pers. Namun Kominfo berharap media yang memberikan narasi tendensius tersebut dapat melakukan klarifikasi yang lebih beretika kedepannya.

“Kantor Kominfo Sultra terbuka sesuai jam kerja resmi, silahkan face to face untuk melakukan klarifikasi dan konfirmasi serta verifikasi,” tutup Ridwan. (IS)

Facebook Comments