
Kendari, Inilahsultra.com – Kasus dugaan pencabulan anak di bawah telah dihentikan oleh penyidik di Kepolisian Sektor (Polsek)Mandonga, Kota Kendari melalui surat pemeberitahuan penghentian penyidikan (SP3).
Namun adanya SP3 ini, tidak menyurutkan semangat Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kendari untuk terus mendampingi keluarga korban, meminta keadilan di Kepolisian Resor (Polres) Kendari.
Direktur LBH Kendari Anselmus AR Masiku mengatakan, LBH Kendari bersama Rumpun Perempuan Sultra (RPS) sudah mengirim surat permohonan di Polres Kendari, pada Kamis 21 Februari 2019.
Surat itu berkait tentang permintaan agar kasus ini dibuka kembali perkaranya. Sebab, mereka menilai, SP3 yang dikeluarkan Polsek Mandonga terhadap kasus dugaan pelecehan seksual anak di bawah umur sangat janggal.
“Kami bersama orang tua korban sudah menyurat di Polres Kendari, agar kasus pelecehan anak di bawah umur yang di SP3-kan Polsek Mandonga untuk dibuka kembali karena banyak bukti yang belum dimintai oleh pihak penyidik,” kata Direktur LBH Kendari Anselmus AR Masiku di kantornya, Sabtu 22 Februari 2019.
Ansel menjelaskan, korban memiliki bukti rekam medik dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Kendari yang menyatakan bahwa korban mengalami infeksi saluran kencing, dan bila dikaitkan dengan alat bukti ini bisa masuk sebagai petunjuk penyidikan.
Bukti lainnya adalah hasil pemeriksaan dari psikolog Rumah Sakit Jiwa (RSJ) tentang kondisi trauma anak.
“Kami mohon agar perkara tersebut dibuka dan diperiksa kembali oleh Polres Kendari melihat urgensi perkara tersebut, karena Polsek Mandonga tidak mempertimbangkan banyak hal dalam pemeriksaan kasus ini,” ungkap Ansel.
Dalam pemeriksaan kasus ini, lanjut Anselmus, Polsek Mandonga hanya berpatokan kepada keterangan tersangka dan hasil visum, tanpa mempertimbangkan ahli dari psikolog anak.
“Awalnya tersangka pada saat ditangkap telah mengakui perbuatannya di hadapan polisi, tapi pada saat di BAP (berita acara pemeriksaan) tersangka menyangkal,” kata Ansel.
Hal lain, Polsek Mandonga tidak mempertimbangkan untuk memeriksa saksi atau meminta keterangan dan pendapat ahli pidana terkait kasus dugaan pelecehan terhadap anak di bawah umur ini.
“Menurut penyidik adanya ketidaksesuaian antara hasil visum dan et repertum dengan keterangan saksi dan korban, sehingga pendapat ahli dalam kasus ini sangat dibutuhkan untuk menentukan alat bukti,” ucap Ansel.
Harusnya, lanjut dia, penyidik ikut mempertimbangkan pengakuan korban yang merupakan anak di bawah umur dilindungi undang-undang khusus tentang Perlindungan Anak Nomor 35 tahun 2014, perubahan Nomor 23 tahun 2003.
“Kalau berdasar dalam undang-undang tersebut, seharusnya korban anak di bawah umur harus mendapat perlindungan perlakuan yang adil di mata hukum,” kata Ansel.
“Kami akan meunggu surat balasan dari Polres Kendari selama satu minggu dihitung sejak surat masuk, dan kalau tidak ada tanggapan dari Polres Kendari maka kami akan menempuh jalur hukum lain,” tutupnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kapolsek Mandonga AKP Kasman menolak memberikan jawaban atas aduan LBH Kendari ke Polres Kendari. Ia malah menyarankan wartawan untuk berkoordinasi dengan unit reskrim Polsek Mandonga.
“Koordinasi dengan Kanit Reskrim ya bro, saya lagi di luar kota,” kata Kapolsek Mandonga AKP Kasman, melaui pesan WhatsAppnya, Sabtu 23 Februari 2019.
Sementara Kanit Reksrim Polsek Mandonga Iptu Baharuddin Supu, juga menolak memberikan keterangan karena lagi sibuk.
“Saya ada kegiatan ini di kampus, bukan di kantor dan saya lagi sibuk ini,” kata Iptu Baharuddin Supu, melalui telepon selulernya, Sabtu 23 Februari 2019.
Penulis : Haerun
Editor : La Ode Pandi Sartiman