Surat Penghentian Sementara IUP, Wujud Nyata Pelanggaran Hukum di Pulau Wawonii

Surat pemberhentian sementara IUP di Pulau Wawonii. (Istimewa)

Kendari, Inilahsultra.com – Pemerintah Provinsi Sultra akhirnya mengeluarkan surat keputusan penghentian sementara izin usaha pertambangan (IUP) di Pulau Wawonii, 12 Maret 2019.

Surat pemberhentian IUP ini diteken oleh Plt Kepala Dinas ESDM Andi Azis dengan nomor 540/851 tertanggal 12 Maret 2019.

Surat itu ditujukan kepada seluruh Direktur Utama pemegang IUP di Kepulauan Wawonii dan ditembuskan ke Gubernur Sultra, Bupati Konkep, Dirjen Minerba dan Korwil VIII Korsupgah KPK RI.

-Advertisement-

Setidaknya, ada tujuh poin alasan Pemprov Sultra menghentikan sementara IUP di Pulau Wawonii.

Seluruh poin yang dituliskan itu semua menyangkut dugaan pelanggaran hukum yang selama ini dilakukan oleh perusahaan tambang di Pulau Kelapa itu.

Berdasarkan hasil evaluasi administrasi, teknis, lingkungan dan keuangan, disampaikan sebagai berikut :

Pertama, pemegang izin usaha pertambangan di Kabupaten Konawe Kepulauan tidak melakukan penerapan kaidah teknik pertambangan yang baik sesuai Pasal 96 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009.

Kedua, pemegang izin usaha pertambangan yang ada di Kabupaten Konkep tidak menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat sesuai dengan Pasal 108 ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009.

Ketiga, pemegang izin usaha pertambangan yang ada di Kabupaten Konkep tidak menyerahkan seluruh data yang telah diperoleh dari hasil eksplorasi dan produksi produksi kepada gubernur Pasal 110 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009.

Keempat, pemegang izin usaha pertambangan yang ada di Kabupaten Konkep tidak menyerahkan laporan berkala baik itu laporan bulanan, laporan triwulan, laporan semester dan laporan tahunan, atas rencana kerja dan pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral logam sesuai dengan Pasal 111 ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009.

Kelima, pemegang izin usaha pertambangan yang ada di Kabupaten Konkep tidak membayar pendapatan negara dan pendapatan daerah baik PNBP maupun pajak daerah sesuai dengan Pasal 128 ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009.

Keenam, pemegang izin usaha pertambangan yang ada di Kabupaten Konkep tidak mengangkat kepala teknik tambang (KTT) sebagai pemimpin tertjnggi di lapangan yang disahkan oleh Kepala Inspektur Tambang sesuai Pasal 61 ayat 3 huruf a Permen ESDM RI Nomor 11 Tahun 2018.

Ketujuh, pemegang izin usaha pertambangan yang ada di Kabupaten Konkep tidak menyusun dan menyampaikan RKAB tahunan kepada gubernur untuk mendapatkan persetujuan sesuai Pasal 61 Ayat 1 hurif b Permen ESDM RI Nomor 11 Tahun 2018.

Surat ESDM ini juga cenderung hanya untuk meredam amarah warga yang menolak tambang di Pulau Wawonii.

Pasalnya, dalam surat yang ditujukan ke Dirjen Minerba Kementerian ESDM Nomor 540/582, bahwa supened (penghentian sementara) ini didasari oleh suasana kahar atau kerusuhan yang mengakibatkan tidak kondusifnya masyarakat Sulawesi Tenggara.

Surat Dinas ESDM Sultra kepada Dirjen Minerba. (Foto Istimewa)

Pertimbangan kedua adalah terdapat salah satu usaha pertambangan berstatus penanaman modal asing yang menjadi kewenangan pusat.

Perusahaan dimaksud adalah PT Derawan Berjaya Mining dengan SK IUP nomor 27/1/IUP/PMA/2018.

Penghentian sementara ini dilakukan sampai keadaan masyarakat Sultra kembali kondusif.

Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Mining and Energy Studies (IMES) sekaligus Ketua DPP POSPERA Bidang ESDM dan Lingkungan Hidup Erwin Usman, surat pemberhentian sementara oleh Plt Kadis ESDM Sultra ini menunjukkan bahwa banyak terjadi pelanggara yang terjadi selama ini.

Ia menyarankan, tiga hal yang harusnya ditempuh pemerintah terhadap masalah tambang di Wawonii.

Yakni audit legalitas terkait perizinan tambang di pulau itu. Sebab, dari surat ESDM terkait pemberhentian sementara IUP merupakan wujud nyata pelanggaran di luar penerbitan IUP itu mengangkangi Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Kemudian audit lingkungan terhadap aktivitas tambang. Pemerintah harusnya segera mengkoordinasikan digelarnya suatu tindakan audit atas ratusan IUP tambang yang terbit di Sultra sejak tahun 2009. Termasuk 15 IUP yang ada di pulau Wawonii.

Gubernur dapat menggunakan instrumen UUPPLH 32/2009 untuk tindakan audit ini. Juga akan sangat kuat bila mengkoordinasikannya dengan KPK melalui program Koordinasi dan Supervisi (Korsup) minerba. Hal ini untuk menyasar dugaan adanya praktek korupsi dalam proses terbitnya IUP, dan pada saat operasionalnya.

Terakhir, audit sosial ekonomi. Ini terkait dengan dampak tambang terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat di Pulau Wawonii.

“Pertanyaannya, kenapa masyarakat menolak. Berarti ada dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan oleh hadirnya tambang di sana,” pungkasnya.

Penulis : La Ode Pandi Sartiman

Facebook Comments