Kendari, Inilahsultra.com – Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara dalam beberapa hari ini melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah pegawai di Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Sulawesi Tenggara terkait dugaan tindak pidana korupsi pada penggunaan dana rutin APBD-P Tahun 2019.
Dugaan korupsi dimaksud menyangkut pungutan liar surat perintah perjalanan dinas (SPPD).
Setidaknya, jaksa telah memeriksa enam orang pegawai di Diskominfo termasuk Kepala Dinas Syaifullah. Mereka diperiksa atas kasus potongan SPPD.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sultra Herman Darmawan mengaku, pemeriksaan terhadap beberapa pegawai ini untuk mengumpulkan bahan keterangan dan pengumpulan data ikhwal kasus ini.
“Kemarin sudah dimintai keterangannya soal itu,” kata Herman saat dihubungi melalui telepon selulernya, Jumat 17 Januari 2020.
Selain telah memeriksa lima pejabat di Dinas Kominfo Sultra, teranyar, jaksa memeriksa salah satu ajudan Ketua DPRD Sultra berinisial C.
“Infonya tadi ada pemeriksaan, mungkin berkaitan masalah di Diskominfo itu. Sekarang jaksa lagi pulbaket dan puldata,” tuturnya.
Laporan Internal Pegawai
Mencuatnya potongan SPPD pegawai di lingkup Dinas Kominfo Sultra tidak terlepas dari keributan internal mereka soal penggunaan anggaran Negara.
Sebelum operasi tangkap tangan (OTT) jaksa terhadap salah satu pegawai pada 6 Desember 2019 kemarin, kasus ini lebih dulu dilaporkan oleh salah satu pegawai. Namun, jaksa tidak mengungkapkan siapa pelapornya, termasuk pegawai yang diperiksa belakangan.
Informasi yang diperoleh dari sumber internal Kominfo Sultra, sudah ada empat kepala seksi yang diperiksa. Yakni, MAS, MY, S, AG dan satu orang staf berinisial AH yang diduga sebagai pejabat sekaligus pengumpul potongan SPPD.
Total anggaran perjalanan di Dinas Kominfo Sultra sekitar Rp 1.240.000 .000 miliar atau sekitar Rp 1,2 miliar yang terbagi di setiap seksi namun tak merata jumlahnya.
MAS mengelola anggaran Rp 440 juta dan kemudian dipotong 60 persen dengan total pungli sebesar Rp 260 juta. Sementara S, mengelola anggaran Rp 150 juta dan dipotong 40 persen sehingga total pungli Rp 60 juta.
Sedangkan AG mengelola Rp 250 juta dan dipotong 40 persen sehingga total dugaan pungli Rp 100 juta. MY menggarap Rp 400 juta dan dipotong 60 persen dengan total pungli Rp 240 juta.
Total, ada Rp 664 juta uang yang dikumpulkan dari praktik pungli ini dari keseluruhan anggaran.
Seluruh uang yang terkumpul itu, diduga diberikan ke atasan mereka dan masing-masing pengumpul mendapatkan fee 10 persen dari total masing-masing pengumpulan.
Dengan artian, MAS memperoleh 26 juta, 10 persen dari Rp 260 juta yang dikumpulkan di seksinya. S memperoleh Rp 6 juta, 10 persen dari Rp 60 juta. Sementara AG memperoleh Rp 10 juta dari Rp 100 juta dan MY mendapatkan Rp 24 juta dari 240 juta yang dipungli.
Setelah uang tersebut berhasil dikumpulkan, jaksa lebih dulu menciduk staf AH dengan uang di tasnya Rp 60 juta diduga fee yang diperoleh dari pungli yang dikumpulkannya dari semua kepala seksi.
Terhadap informasi ini, pihak jaksa masih terus mendalami dan meminta keterangan semua pihak yang terlibat.
“Jaksa masih mengumpulkan data dan informasi soal kasus ini,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kominfo Sultra Syaifullah belum memberikan jawaban terhadap informasi ini. Begitu pula empat pejabat yang diinisialkan namanya.
Penulis : Pandi