Bupati Butur: Rumah Restorative Justice Angin Segar Bagi Pemda dan Masyarakat

Bupati Butur Ridwan Zakariah, Ketua DPRD, Muh. Rukman Basri Zakariah, dan Kajari Muna Agustinus Ba’ka Tangdililing saat meresmikan Rumah Restorative Justice, Selasa 13 Juni 2023.
Bacakan

Buranga, Inilahsultra.com – Bupati Buton Utara (Butur) Ridwan Zakariah meresmikan Rumah Restorative Justice di Kompleks Perkantoran Saraea, Selasa 13 Juni 2023.

Pada kesempatan tersebut, Bupati Butur Ridwan Zakariah didampingi Wakil Bupati Ahali, Ketua DPRD Muh. Rukman Basri Zakariah, Sekda Hardy Muslim, dan Kepala Kejari Muna Agustinus Ba’ka Tangdililing.

-Advertisement-

Ridwan Zakariah mengatakan, Rumah Restorative Justice merupakan upaya penyelesaian perkara di luar jalur hukum atau peradilan. Penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan.

“Pada posisi ini Kejaksaan tentu bertindak sebagai mediator penengah dan pemberi wejangan bagi siapa saja yang berperkara hukum baik pelaku maupun korban tindak pidana,” kata Ridwan Zakariah pada acara peresmian Rumah Restorative Justice.

Menurut dia, upaya hukum melalui restorative justice untuk membuka harapan dan memberikan angin segar bagi semua pihak baik pemerintah daerah maupun masyarakat Kabupaten Buton Utara secara keseluruhan.

“Selama ini setiap persoalan selalu berakhir di meja pengadilan maka dengan adanya rumah perdamaian atau rumah keadilan restorative justice ini semuanya bisa dimusyawarakan dan dicarikan titik temu penyelesaiannya,” ucapnya.

Bupati Butur Ridwan Zakariah saat memberikan sambutan pada acara peresmian Rumah Restorative Justice, Selasa 13 Juni 2023.

Bagi Ridwan, adanya rumah perdamaian di Kabupaten Buton Utara menunjukkan hubungan kerjasama antara pemerintah daerah dan Kejaksaan Negeri Muna terjalin erat dalam ruang kerja yang lebih produktif. Disamping itu memberikan pertanda baik dalam menciptakan iklim kesepahaman khususnya dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi masing-masing.

“Bukan itu saja, melalui rumah perdamaian merupakan sebuah sumber terobosan dalam berbagai pelayanan hukum yang sebenarnya dibutuhkan semua, siapa saja,” tandansya.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Muna Agustinus Ba’ka Tangdililing mengatakan, fasilitas Rumah Restorative Justice yang diberikan Pemda Butur bisa membantu masyarakat dalam menyelesaikan permasalahan secara musyawarah.

“Dengan adanya fasilitas yang diberikan Pemda Buton Utara melalui pak Sekda mentornya, untuk diberikan rumah RJ (Restorative Justice),” tuturnya.

Dalam Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) Kejaksaan, lanjut Agustinus, adalah sebagai pelayan hukum dan pendampingan, juga memberikan pertimbangan hukum kepada Pemda.

“Jadi Kajari itu adalah pengacaranya Pak Bupati. Kalau ada persoalan hukum pasti ke Pak Kajari yang memberikan pertimbangan hukum,” paparnya.

Diketahui, Restorative Justice adalah penyelesaikan suatu perkara pidana diluar pengadilan.

Landasan Restorative Justice ini adalah Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020. Restorative Justice ini untuk meminimalisir penyimpangan kekuasaan penuntutan serta memulihkan kondisi sosial secara langsung terhadap masyarakat.

Selain itu, Restorative Justice juga untuk menjawab keresahan masyarakat, dimana sering kali didengar hukum tajam keatas namun tumpul ke bawah. Sehingga hal ini dikikis dengan hukum tajam keatas namun humanis ke bawah melalui Restorative Justice.

Dalam Peraturan Kejaksaan Nomor 15 tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan Restorative juga memiliki landasan.

Pertama, landasan filosofis. Dimana dalam proses Restorative Justice mengedepankan norma-norma keagamaan, kesopanan, dan kesusilaan.

Kedua landasan sosilogis yaitu, dalam penghentian penuntutan berorientasi bukan lagi dalam hal pembalasan. Melainkan lebih kearah mengembalikan pada keadaan semula.

Sedangkan ketiga, landasan yuridis. Dalam proses Restorative Justice kejaksaan memperhatikan asas peradilan cepat dan biaya ringan. Artinya, tidak lagi dilakukan proses hukum hingga ke persidangan. Sehingga proses peradilan cepat dan biaya ringan cepat terlaksana.

Kajari Muna Agustinus Ba’ka Tangdililing saat memimpin musyawarah penyelesaian dua perkara pidana yang dilakukan warga Kecamatan Kambowa secara Restorative Justice, Selasa 13 Juni 2023.

Dalam Peraturan Kejaksaan Nomor 15 tahun 2020 pada pasal 5 juga dijelaskan adanya syarat-syarat yang bisa dilakukan melalui Restorative Justice.

Pertama, tindak pidana yang baru pertama kali dilakukan. Artinya belum pernah dihukum sebelumnya.

Kedua, adanya kesepakatan antara pelaku dan korban. Artinya antara korban, keluarga korban, pelaku, keluarga pelaku, biasanya melibatkan tokoh masyarakat seperti tokoh agama dan tokoh adat dihadirkan untuk melakukan mediasi.

Ketiga, kerugian dibawah Rp 2.500.000 dan ancaman tidak lebih dari lima tahun.

Selanjutnya, syarat Restorative Justice beradasarkan pasal 4.

Pertama, Restorative Justice dilaksanakan dengan memperhatikan kepentingan korban dan kepentingan hukum lain yang dilindungi dan menghindari stigma hukum negatif, penghindaran pembalasan, respon, serta keharmonisan masyarakat di wilayahnya dan kepatutan kesusilaan dan ketertiban.

Kedua, penghentian penuntutan dilakukan dengan memperhatikan subyek, obyek kategori dan ancaman pidana. (Adv)

Facebook Comments